TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah memutuskan harga BBM atau bahan bakar minyak bersubsidi jenis premium dan solar, serta tarif listrik, tidak naik selama tiga bulan ke depan. "Pemerintah memutuskan tarif listrik untuk 1 Januari sampai 31 Maret 2018 itu dinyatakan tetap. Jadi periode tiga bulan terakhir tidak ada kenaikan," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan di kantor Kementerian Energi, Jakarta, pada Rabu, 27 Desember 2017.
Pemerintah telah menetapkan harga eceran premium penugasan di luar Jawa, Madura, dan Bali Rp 6.450 per liter dan solar subsidi Rp 5.150 per liter. Adapun tarif listrik yang telah ditetapkan adalah Rp 415 per kilowatt hour (kWh) untuk golongan 450 volt-ampere (VA) subsidi dan Rp 605 per kWh untuk 900 VA bersubsidi. Sedangkan golongan nonsubsidi mengikuti tarif dasar listrik yang telah ditetapkan.
Jonan mengatakan keputusan tidak menaikkan tarif listrik dan harga premium serta solar itu didasari pertimbangan daya beli masyarakat. "Satu-satunya penetapan pemerintah tidak naik karena mempertimbangkan daya beli masyarakat," ucap Jonan.
Adapun tarif listrik dan harga premium penugasan serta solar subsidi setelah tanggal 31 Maret, kata Jonan, akan dibahas kemudian. "Karena ini ketetapannya setiap tiga bulan," ujarnya.
Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik dan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara Sofyan Basir senada menyampaikan akan melakukan efisiensi untuk merespons keputusan pemerintah ini. Kendati sejumlah pihak menyebut kedua korporasi pelat merah ini merugi dan tertekan dengan ketetapan pemerintah tersebut, Massa Manik dan Sofyan mengklaim cash flow mereka masih mencukupi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan khawatir dengan kondisi keuangan PLN. Menurut dia, PLN menghadapi risiko gagal bayar utang. Salah satunya disebabkan oleh pertumbuhan penjualan listrik yang tidak sesuai dengan harapan.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro memperkirakan defisit penjualan Premium Pertamina akan mencapai Rp 1.000 per liter. Jika dikali dengan penjualan Premium per kuartal ketiga lalu sebesar 5,49 juta kiloliter, kerugian perseroan akan mencapai Rp 5,49 triliun. Komaidi mengatakan Pertamina merugi lantaran harga BBM tak kunjung naik, sedangkan harga minyak dunia terus naik.