TEMPO.CO, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) hari ini resmi meluncurkan Indeks Persepsi Publik Indonesia Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme (IPP APUPPT) Indonesia tahun 2017. Khusus untuk tindak pidana pencucian uang, PPATK mencatat persepsi publik terhadap efektivitas kinerja pencegahan dan pemberantasan pencucian uang terus mengalami kenaikan.
"Indeks Persepsi Publik naik dari 5,52 poin tahun 2016 menjadi 5,57 poin pada 2017," kata Ali Said, anggota Tim Ahli Survei IPP APUPPT 2017 dari Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik, Badan Pusat Statistik, di Gedung PPATK, Jakarta, Selasa, 19 Desember 2017. Indeks persepsi publik pada pencucian uang kali ini naik tipis di kisaran sekitar 0,9 persen.
Baca: Usut Aliran Dana Saracen, Polisi Gunakan Laporan Analisis PPATK
Indeks persepsi publik ini didapat dari hasil survei yang telah dilakukan PPATK bersama dengan sejumlah tim ahli dan akademikus. Sedangkan untuk teknis survei, PPATK melibatkan PT Surveyor Indonesia untuk menyusun IPP APUPPT 2017 kali ini.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan peluncuran IPP APUPPTK 2017 ini merupakan yang kedua kalinya. Indeks persepsi publik ini, menurut dia, merupakan gambaran dari apa yang selama ini telah dilakukan pemerintah dalam pemberantasan pencucian dan terorisme. "Ini sebagai evaluasi diri," tuturnya.
Ali Said juga mengatakan survei persepsi publik kali ini untuk melihat sejauh mana pemahaman publik terhadap indikasi pencucian uang. Selain mencatat peningkatan indeks persepsi publik, PPATK mencatat adanya kenaikan pemahaman publik terhadap pidana pencucian uang sebesar 0,09 poin, dari 5,67 poin pada 2016 menjadi 5,76 pada 2017.
Meski demikian, PPATK mencatat penurunan justru terjadi pada persepsi publik terkait dengan keefektifan kinerja rezim anti-pencucian uang. Penurunan terjadi sebesar 0,01 poin, dari 5,29 pada 2016 menjadi 5,28 pada 2017.
Staf PT Survey Indonesia, Yudi Riskandar, mengatakan pemilihan sampel survei ini menggunakan kerangka probabilistic sampling dengan pendekatan complex random sampling. Dia menyebut kerangka sampel terdiri atas 11.040 rumah tangga yang tersebar di 1.104 desa/kelurahan di 172 kabupaten/kota. Selain itu, survei ini melibatkan 300 petugas, 172 supervisor, dan 40 koordinator wilayah.