TEMPO.CO, Jakarta - Nama PPATK tengah mencuat tak lama setelah mengumumkan catatan kekayaan Panji Gumilang, pemimpin Ponpes Al Zaytun, di Indramayu, Jawa Barat. Panji Gumilang disebut-sebut punya harta sangat melimpah.
Seperti dilansir dari laman ppatk.go.id, PPATK atau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan adalah sebuah lembaga sentral atau focal point yang salah satu fungsi utamanya yakni untuk melakukan koordinasi pelaksanaan upaya untuk mencegah maupun memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU yang terjadi di Indonesia.
Sementara itu, secara internasional PPATK merupakan suatu Financial Intelligence Unit atau FIU yang memiliki wewenang dan tugas, antara lain seperti menerima laporan transaksi keuangan, melakukan analisis laporan terkait transaksi keuangan, dan meneruskan hasil analisis tersebut kepada lembaga penegak hukum.
PPATK sebagai lembaga negara pertama kali dikenal di Indonesia pada 2002 melalui terbitnya Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Pidana Pencucian Uang yang diundangkan pada 17 April 2002. Berikutnya, pada 13 Oktober 2003, undang-undang tersebut mengalami perubahan dengan terbitnya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Posisi PPATK diperkuat pada 22 Oktober 2010
Selanjutnya, posisi PPATK kembali diperkuat pada 22 Oktober 2010 melalui terbitnya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menjadi pengganti regulasi terdahulu. Dengan terbitnya undang-undang tersebut, PPATK sebagai lembaga negara menjadi independen dan bebas dari intervensi kekuasaan lembaga manapun.
Selain itu, sebagai upaya untuk menunjang efektivitas penyelenggaraan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia, dibentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Komite TPPU melalui Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2012. Komite yang dibentuk pada 11 Januari 2012 tersebut diketuai oleh Menko Politik, Hukum dan Keamanan serta Menko Perekonomian sebagai wakil, dan Kepala PPATK sebagai sekretaris Komite.
Sementara itu, anggota Komite TPPU tersebut terdiri dari Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Keuangan, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN, Gubernur Bank Indonesia, Kepala BNPT dan Kepala BNN. Komite ini bertugas mengkoordinasikan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Sebagai sebuah lembaga negara yang independen, PPATK bekerja dan memiliki tanggung jawab secara langsung terhadap Presiden Republik Indonesia dan sebagai bentuk akuntabilitas, PPATK membuat dan melaporkan pelaksanaan tugas serta fungsi dan wewenangnya terhadap Presiden dan DPR secara berkala setiap enam bulan sekali.
Namun demikian, dalam menjalankan tugasnya untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, PPATK juga memiliki kendala. Seperti dilansir dari artikel ilmiah yang ditulis oleh Amelia Fransiska Wattie dengan judul “Peran PPATK dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang”, terdapat dua kendala yang dialami oleh PPATK, yakni internal dan eksternal.
Pada kendala internal terdiri dari beberapa poin seperti sistem penggajian karyawan, anggaran dan sarana prasarana yang terbatas, serta jaringan daring dengan penyedia jasa keuangan yang belum lengkap.
Sementara itu, faktor eksternal terdiri dari belum adanya dukungan dari pemerintah secara struktural, adanya pemahaman yang berbeda dengan instansi lain terkait TPPU, kurang responsifnya aparat dalam merespon laporan yang telah dikirim oleh PPATK, kurangnya sumber daya yang dimiliki, minimnya kerja sama internasional dalam aspek penindakan TPPU, dan kurangnya regulasi yang mengatur tentang pengawasan lembaga keuangan.
PPATK.GO.ID | JURNAL LEX CRIMEN
Pilihan editor :