Analis: Rupiah Besok Fluktuatif dan Bakal Ditutup Menguat

Senin, 26 Agustus 2024 21:43 WIB

Pegawai menghitung mata uang asing di Dolarindo Jakarta, Senin, 10 Juni 2024. Rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah kuatnya data ketenagakerjaan AS serta derasnya dana asing yang keluar dari Surat Berharga Negara (SBN). Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,53 persen di angka Rp16.275 per dolar AS pada Senin (10/6). Depresiasi rupiah ini berbanding terbalik dengan penutupan perdagangan pada Jumat (7/6) yang menguat sebesar 0,4 persen. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Analis sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah masih akan bergerak fluktuatif esok hari.

“Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif, namun ditutup menguat di rentang Rp 15.370 hingga Rp 15.460,” kata Ibrahim dalam analisis rutinnya pada Senin, 26 Agustus 2024.

Nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (dolar AS) ditutup menguat 53,5 poin di level Rp 15.438,5 pada perdagangan Senin sore, 26 Agustus 2024. Di penutupan sebelumnya, rupiah tercatat berada di level Rp 15.492 per dolar AS.

Penguatan kurs rupiah hingga tercatat menembus di bawah Rp 15.500 per dolar AS pada penutupan perdagangan hari ini masih dipicu oleh keadaan politik nasional yang mulai stabil akibat keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menganulir pengesahan revisi UU Pilkada.

Menurut Ibrahim, isu politik pada beberapa waktu terakhir sempat memengaruhi nilai tukar rupiah. Gelombang demonstrasi besar atas rencana pengesahan RUU Pilkada yang terjadi Kamis, 22 Agustus lalu sempat mendorong sentimen negatif di pasar.

Advertising
Advertising

Merespons kondisi ini, Ibrahim melanjutkan, Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa faktor politik saat ini tak lagi memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian nasional. Itu bisa dilihat dari tidak terlalu parahnya kontraksi yang dialami nilai tukar rupiah. Kemudian, kata dia, masyarakat Indonesia sekarang sudah dewasa dalam menanggapi dinamika politik nasional.

Lebih lanjut, fundamental ekonomi nasional saat ini juga sangat kuat, sehingga faktor politik tidak terlalu memberikan dampak signifikan bagi kinerja ekonomi nasional. Unsur-unsur fundamental ini antara lain pertumbuhan ekonomi yang sangat sehat, inflasi yang rendah, serta imbal hasil dari instrumen investasi yang tinggi.

Selanjutnya: Ibrahim menambahkan, hal tersebut dapat dilihat dari nilai tukar rupiah.....

<!--more-->

Ibrahim menambahkan, hal tersebut dapat dilihat dari nilai tukar rupiah yang tak terkontraksi terlalu dalam dan kembali menguat setelah sentimen global mulai mereda. Selain itu, secara domestik, pertumbuhan ekonomi hingga 5 persen dan tingkat inflasi sekitar 2 persen dalam jangka panjang menunjukkan ekonomi Indonesia mampu menopang dan menghadapi setiap gejolak yang ada.

Sementara merujuk data eksternal, Ibrahim menyampaikan, Ketua bank sentral AS The Federal Reserve Jerome Powell memberikan sinyal yang jelas bahwa pemotongan suku bunga AS yang telah lama diantisipasi akan terjadi bulan depan. Pada pidato utamanya di konferensi ekonomi tahunan Kansas City Fed di Jackson Hole, Wyoming, Powell mengatakan, "Sudah waktunya bagi kebijakan untuk menyesuaikan diri.”

Ini mengingat risiko kenaikan inflasi telah berkurang dan risiko penurunan lapangan kerja telah meningkat. Lebih lanjut, ujar Ibrahim, Powell mengatakan bahwa The Fed tengah melakukan segala yang mereka bisa untuk mendukung pasar tenaga kerja yang kuat saat mereka membuat kemajuan lebih lanjut menuju stabilitas harga. Dengan pengurangan kebijakan yang tepat, ada alasan kuat untuk berpikir bahwa ekonomi akan kembali ke inflasi 2 persen sambil mempertahankan pasar tenaga kerja yang kuat.

Ibrahim menuturkan, pelaku pasar pada hari Jumat terus bertaruh pada pemotongan suku bunga seperempat poin persentase pada pertemuan The Fed tanggal 17-18 September, dengan peluang sebesar 65 persen setelah pernyataan Powell. Namun, mereka memperkirakan peluang sekitar satu dari tiga untuk pemotongan suku bunga sebesar 50 basis poin yang lebih besar, naik dari peluang sebelumnya yang sedikit lebih dari satu dari empat.

Keadaan geopolitik internasional juga masih menjadi sorotan. Menurut Ibrahim, laporan media internasional mengatakan, gencatan senjata Gaza masih sulit dicapai dalam pembicaraan Kairo. Laporan media menunjukkan bahwa pembicaraan antara Hamas dan Israel di Kairo tidak menghasilkan kesepakatan untuk gencatan senjata selama akhir pekan, mengurangi peluang de-eskalasi dalam perang yang telah berlangsung selama 10 bulan.

Pejabat AS mengatakan pembicaraan itu konstruktif, meskipun kurangnya kesepakatan yang jelas merusak komentar optimistis sebelumnya dari pejabat AS. Namun, pembicaraan akan terus berlanjut dalam beberapa hari mendatang.

Pilihan Editor: Kemenlu akan Berkoordinasi dengan KBRI Myanmar dan Bangkok untuk Mengembalikan 11 Korban Online Scam ke Indonesia

Berita terkait

BI Diminta Pertahankan Suku Bunga Acuan di 6,25 Persen pada Rapat Dewan Gubernur Hari Ini, Kenapa?

34 menit lalu

BI Diminta Pertahankan Suku Bunga Acuan di 6,25 Persen pada Rapat Dewan Gubernur Hari Ini, Kenapa?

Menurut analisis LPEM FEB UI, BI perlu mempertahankan suku bunga acuan di angka 6,25 persen pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) kali ini.

Baca Selengkapnya

Australia dan Indonesia Sepakat Tingkatkan Perdagangan dan Investasi Dua Arah

1 hari lalu

Australia dan Indonesia Sepakat Tingkatkan Perdagangan dan Investasi Dua Arah

Australia dan Indoensia memperkenalkan strategi jalur praktis untuk meningkatkan perdagangan dan investasi dua arah.

Baca Selengkapnya

BI Adakan Rapat Dewan Gubernur Besok, Ekonom Sarankan Pangkas Suku Bunga Acuan

1 hari lalu

BI Adakan Rapat Dewan Gubernur Besok, Ekonom Sarankan Pangkas Suku Bunga Acuan

Bank Indonesia akan menentukan penurunan, penaikan, atau penahanan suku bunga acuan setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama dua hari mulai besok.

Baca Selengkapnya

Rektor Paramadina Kritik Kebijakan Ekonomi Jokowi: Pembangunan Infrastruktur Ngawur

2 hari lalu

Rektor Paramadina Kritik Kebijakan Ekonomi Jokowi: Pembangunan Infrastruktur Ngawur

Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini kritik kebijakan ekonomi Presiden Jokowi. Pembangunan infrastruktur dinilai ngawur.

Baca Selengkapnya

Indonesia dan Peru Dorong Penyelesaian Perjanjian Perdagangan Bebas IP-CEPA

2 hari lalu

Indonesia dan Peru Dorong Penyelesaian Perjanjian Perdagangan Bebas IP-CEPA

Indonesia dan Peru sepakat untuk mendorong percepatan penyelesaian perundingan Perjanjian Perdagangan dan Ekonomi Komprehensif kedua negara

Baca Selengkapnya

Pengertian Credit Scoring dan Dampaknya bagi UMKM?

3 hari lalu

Pengertian Credit Scoring dan Dampaknya bagi UMKM?

Credit scoring adalah metode penilaian yang digunakan oleh lembaga keuangan untuk menentukan kelayakan kredit UMKM.

Baca Selengkapnya

Rupiah Ditutup Menguat Sore Ini, Analis Prediksi Lanjut Hingga Pekan Depan

4 hari lalu

Rupiah Ditutup Menguat Sore Ini, Analis Prediksi Lanjut Hingga Pekan Depan

Ibrahim memprediksi rupiah masih akan tetap menguat pada Selasa pekan depan, 17 September 2024.

Baca Selengkapnya

Ekonom Desak BI Berani Ambil Keputusan Segera Turunkan Suku Bunga, Ini Sebabnya

5 hari lalu

Ekonom Desak BI Berani Ambil Keputusan Segera Turunkan Suku Bunga, Ini Sebabnya

Indef meminta BI berani mengambil keputusan pelonggaran dan tidak terlalu bergantung suku bunga acuan AS. Kenapa?

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Kumpulkan Pajak Ekonomi Digital Rp 27,5 Triliun dari Lokapasar, Pinjol hingga Kripto

5 hari lalu

Kemenkeu Kumpulkan Pajak Ekonomi Digital Rp 27,5 Triliun dari Lokapasar, Pinjol hingga Kripto

Sejak 2022 hingga Agustus 2024 pemerintah telah menarik pajak ekonomi digital mencapai Rp 27,5 triliun. Sumbernya dari lokapasar, krripto, pinjol hingga dari sistem informasi pengelolaan pajak atau SIPP

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat di Akhir Perdagangan Hari Ini, Diprediksi Kembali Menguat Besok

6 hari lalu

Rupiah Menguat di Akhir Perdagangan Hari Ini, Diprediksi Kembali Menguat Besok

Nilai Rupiah mengalami penguatan terhadap Dolar AS pada akhir perdagangan Rabu, 11 September 2024. Hal ini disebabkan melemahnya indeks Dolar AS.

Baca Selengkapnya