TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate tetap 4,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur pada 19-20 Juli 2017. Sedangkan suku bunga Deposit Facility tetap 4,00 persen dan Lending Facility tetap 5,50 persen. Keputusan tersebut berlaku efektif sejak 21 Juli 2017.
Baca: BI Rate Tetap, Bos BEI Sebut Bukti BI Percaya Diri
"Keputusan itu konsisten dengan upaya BI menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian global dan domestik," ujar Direktur Departemen Komunikasi BI Arbonas Hutabarat dalam konferensi pers yang digelar seusai rapat pukul 23.00 di Kompleks Gedung Bank Indonesia, Thamrin, Jakarta, Kamis, 20 Juli 2017.
Baca Juga:
Arbonas menuturkan proses pemulihan ekonomi domestik terus berlanjut. Namun tidak sekuat perkiraan semula, terutama diakibatkan perlambatan konsumsi, meskipun di sisi lain terdapat peningkatan investasi. Tekanan inflasi diprediksi sedikit berkurang di bawah perkiraan semula akibat permintaan yang masih lemah dan terkendalinya harga pangan.
Arbonas berujar BI tetap mewaspadai sejumlah risiko, baik yang bersumber dari global, terutama normalisasi neraca bank sentral Amerika Serikat, maupun domestik, terutama konsolidasi korporasi dan perbankan yang masih berlanjut.
"Untuk itu, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta tetap memberi dukungan bagi pemulihan ekonomi lebih lanjut," katanya.
Selanjutnya, BI juga akan terus mempererat koordinasi bersama pemerintah dalam rangka pengendalian inflasi agar tetap berada pada kisaran sasaran serta mendorong kelanjutan reformasi struktural agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.
Adapun pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan terus membaik sesuai dengan perkiraan beserta beberapa risiko yang tetap perlu dicermati. Di satu sisi, menurut Arbonas, perekonomian Amerika diperkirakan tumbuh lebih rendah akibat investasi yang tertahan terbatasnya dampak kebijakan fiskal dan menurunnya prospek harga minyak.
Di sisi lain, perekonomian Cina diperkirakan tumbuh lebih baik yang ditopang konsumsi dan ekspor yang meningkat. Di Eropa, pertumbuhan ekonomi juga diprediksi lebih baik seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi, kinerja ekspor yang membaik, dan meningkatnya optimisme perekonomian.
"Perbaikan ekonomi global tersebut mendorong meningkatnya volume perdagangan dunia dan diharapkan dapat berdampak positif terhadap ekspor Indonesia," ucapnya. Sehingga harga komoditas global diperkirakan tetap tinggi meskipun harga minyak berpotensi bias ke bawah karena pasokan yang berlebih di tengah permintaan yang terbatas.
Baca: BI Rate Tetap, BTN Belum Akan Turunkan Bunga Kredit
"Ke depan, sejumlah risiko pada perekonomian global tetap perlu diwaspadai, khususnya yang berasal dari Amerika, antara lain rencana kenaikan FFR( Fed Fund Rate), pengurangan besaran neraca bank sentral, dan ketidakpastian kebijakan fiskal," tuturnya.
GHOIDA RAHMAH