TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia memprediksi volume ekspor minyak sawit mentah (CPO) tahun ini tidak mencapai target. Ketua Bidang Pemasaran Gabungan Pengusaha Sawit, Sutanto, mengatakan penurunan terjadi gara-gara krisis berkepanjangan di Eropa dan berkurangnya permintaan dari Cina.
Cina mulai mengurangi permintaan CPO dari Indonesia karena pertumbuhan ekonominya melambat dan tidak mencapai target. “Volume ekspor kita terus turun sejak Mei. Karena itu sampai akhir tahun kami memprediksi ekspor hanya tercapai 17,58 juta ton,” kata Sutanto usai buka bersama Gapki, di Hotel Borobudur Jakarta, Senin malam, 13 Agustus 2012.
Padahal di awal tahun Gabungan Pengusaha Sawit menargetkan volume ekspor CPO 18 juta ton. Data Gabungan Pengusaha Sawit mencatat, realisasi ekspor CPO periode Januari-Juni 2012 sebesar 7,91 juta ton. Sedangkan pada semester II 2012 diperkirakan ekspor CPO sebesar 9,67 juta ton.
Secara bulanan ekspor CPO pada Juni 2012 sebesar 1,14 juta ton lebih rendah dibanding Mei sebesar 1,36 juta ton. Penurunan volume ekspor ini, kata dia, juga dibarengi dengan penurunan harga CPO di pasar dunia.
Susanto mengatakan beberapa pekan terakhir terjadi tren penurunan harga CPO. Harga CPO di bulan Agustus ini hanya US$ 920 per ton, turun dari harga per Juli sebesar US$ 943 per ton. Sedangkan harga CPO untuk penyerahan bulan September diperkirakan melemah hingga US$ 896 per ton.
"Harga saat ini sangat turun karena stok CPO di Malaysia sedang melimpah yaitu 2 juta ton. Ini stok tertinggi sejak 2010 atau naik 17,6 persen," ujarnya.
Karena Malaysia tidak bisa melakukan ekspor per 31 Juli, maka stok di Malaysia meningkat. Sehingga harga CPO akan semakin turun. Hal ini terjadi juga lantaran adanya penurunan permintaan CPO dunia terutama karena pengaruh krisis di Eropa dan juga Cina yang mengurangi permintaan CPO.
Sutanto mengatakan tren penurunan harga CPO di luar perkiraan. Sebab, produksi kedelai dunia juga sedang menurun akibat kekeringan di Amerika Serikat. Biasanya, kata dia, jika produksi kedelai turun maka harga CPO akan terkerek naik karena produksi kedelai menurun.
Namun dia meyakini harga CPO akan kembali naik mulai Oktober mendatang. Hal ini disebabkan pada bulan Oktober, Cina dan India bakal menggelar festival dan hari raya yang membutuhkan banyak CPO.
“Sampai Lebaran harga CPO mungkin masih akan turun, tapi di akhir tahun kami masih optimistis harga CPO akan meningkat lagi hingga bisa menembus US$ 1.000 per ton,” katanya.
Wakil Ketua Komisi Perdagangan Dewan Perwakilan Rakyat, Eric Satrya Wardhana, mengungkapkan pemerintah harus bisa segera menyelesaikan konflik lahan dan tumpang tindih perizinan perkebunan. Penyelesaian konflik ini bisa diselesaikan jika Rencana Tata Ruang Wilayah rampung.
Setelah rencana tata ruang wilayah selesai, pemerintah harus secepatnya menjalankan program penanaman kembali kebun sawit, terutama kebun milik rakyat. “Jika tidak, maka produktivitas kelapa sawit akan menurun dan petani akan dengan mudahnya menjual lahan sawitnya,” kata dia.
Pada 2011 tercatat luas sawit Indonesia 8,9 juta hektare. Jumlah itu terdiri atas luas sawit milik badan usaha milik negara sebesar 636 ribu hektare, milik swasta 4,65 juta hektare dan milik rakyat seluas 3,65 juta hektare. Produksi CPO pada 2011 sebesar 23,5 juta ton di mana sekitar 6 juta tonnya untuk konsumsi dalam negeri, dan sisanya diekspor.
ROSALINA