Kedua belas sektor yang diperkirakan merugi itu ialah kosmetik, pestisida, obat-obatan, minuman non-alkohol, rokok, produk kulit, perlengkapan kantor dan alat elektronik, suku cadang otomotif, produk fesyen, pompa air, lampu, serta pelumas otomotif dan mesin.
"Tahun 2010 ada kenaikan signifikan, sembilan kali lipat dari studi tahun 2004," ujar Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan Widyaretna Buenastuti seusai bertemu Wakil Presiden Boediono di Istana Wakil Presiden, Rabu (19/5).
Ia menyebutkan, perkiraan itu didapat dari penelitian MIAP bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Widya mengungkapkan naiknya potensi kerugian tersebut menggerus pula lapangan kerja. Jumlah warga yang menganggur karena pemalsuan diprediksi naik dari 124 ribu orang pada 2004 menjadi 174 ribu orang tahun ini.
Ia belum bisa memastikan apa penyebab lonjakan kerugian itu. Namun Widya berasumsi, perekonomian Indonesia tumbuh dan daya beli populasi bertambah, tetapi masyarakat memilih barang yang murah.
Padahal, kata Sekretaris Jenderal MIAP Justisiari Perdana Kusumah, produk palsu bisa merugikan kesehatan dan keselamatan konsumen.
"Kami beli obat supaya sehat, tapi karena obatnya palsu, malah sakitnya bertambah. Atau wanita ingin kulitnya putih dan pakai whitening (kosmetik pemutih), tapi karena produknya palsu dan pakai merkuri, kulitnya malah rusak," tuturnya.
Pemalsuan pun menyebabkan penerimaan pajak pada tahun 2004 berpotensi hilang Rp 202,76 miliar. Jumlah itu, kata Justis, tentu bakal lebih banyak lagi tahun ini.
Tahun ini, MIAP dan LPEM FEUI berencana membuat studi mendalam tentang dampak buruk pemalsuan. Sejauh ini MIAP telah pula menggandeng penegak hukum untuk memerangi pemalsu produk.
Tapi MIAP mengaku terbentur kesulitan memperoleh data penegakan hukum terhadap pemalsu. "Data sulit kami dapatkan, berapa yang ditindak di kepolisian, berapa yang lanjut ke kejaksaan, berapa yang disidangkan di pengadilan," keluh Widya.
BUNGA MANGGIASIH