TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani sedang mempertimbangkan usulan peniadaan pajak pertambahan nilai (PPN) semua buku. Usulan tersebut muncul saat penulis dan penerbit memanfaatkan isu terkait pajak untuk penulis.
“Kita akan mendengar dan kita akan kalkulasi kebutuhannya. Kalau itu masuk akal dari segi kebutuhan nasional, nanti akan kita lakukan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta Selatan, Rabu 13 Agustus 2017.
Simak: Sri Mulyani Sebut Ada Sekitar 1.500 Importir Bandel
Sebelumnya beberapa pelaku di industri perbukuan, seperti penulis, penerbit dan juga organisasi penerbitan meminta pemerintah menghapus pajak pertambahan nilai (PPN) buku. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 122/PMK.011/2013, buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama dibebaskan dari pengenaan PPN.
Pelaku industri perbukuan meminta pembebasan pajak tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi buku pelajaran dan agama tetapi juga semua jenis buku.
Baca Juga:
“Minimal PPN, PPN pada saat penjualan itu yang mungkin bisa dihapuskan, kalau bisa semua buku itu tidak ada PPN lah saat penjualan," kata Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia atau IKAPI Rosidayati Rozalina, saat ditemui Tempo, di Jakarta Convention Center, Jakarta Selatan, Sabtu 9 September 2017.
Sri Mulyani mengatakan masalah pajak penerbitan buku ini harus ditelaah secara menyeluruh. Ia mengatakan seluruh ekosistem penerbitan buku mulai dari pembuatan buku oleh penulis, percetakan, bahan bakunya kertas, hingga proses daur ulang harus dikaji ulang baik buruknya.
“Kita akan coba manage. Kalau semuanya minta exception akan kita lihat berapa ongkosnya, berapa penerimaan yang hilang. Tetapi kalau benefitnya lebih besar tidak apa-apa,” kata Sri Mulyani.
ALFAN HILMI