TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah, yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Senin pagi, 5 Juni 2017, bergerak menguat 36 poin menjadi Rp 13.278, dibanding sebelumnya pada posisi Rp 13.314 per dolar Amerika Serikat.
"Dolar Amerika kembali tertekan bersamaan dengan yield obligasi Amerika merespons serapan tenaga kerja Amerika pada Mei 2017, yang tidak sesuai dengan estimasi pasar," kata Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, di Jakarta, Senin, 5 Juni 2017.
Ia menambahkan, yield obligasi Amerika, yang terus mengalami penurunan, menandakan pasar yang semakin pesimistis sehingga tekanan pelemahan dolar Amerika berpeluang menjaga kurs di kawasan Asia tetap kuat.
Baca: Analis Ini Sarankan Reksa Dana Pendapatan Tetap Saat Saham Lesu
Kendati demikian, ia mengatakan tingginya permintaan dolar Amerika untuk impor pada bulan puasa masih akan membatasi penguatan mata uang rupiah lebih tinggi. Di sisi lain, potensi kenaikan suku bunga Amerika juga masih besar pada Juni ini.
"Indeks keyakinan konsumer serta cadangan devisa Indonesia akan menjadi fokus utama pada pekan ini, sebelum pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) menjadi perhatian pasar," katanya.
Lihat: Untuk Pertama Kali Kementan Dapat Penilaian WTP dari BPK
Analis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, menambahkan, pergerakan rupiah masih berada dalam area positif meski relatif terbatas di tengah penantian sentimen eksternal mengenai pandangan petinggi The Fed, yang biasanya muncul menjelang rapat FOMC.
"Kondisi ini nantinya dapat berimbas pada ketahanan laju rupiah nantinya. Potensi koreksi cukup terbuka jika sentimen dari dalam negeri kurang mendukung," katanya.
ANTARA