TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian Keuangan Mariatul Aini mengatakan investor minyak dan gas bumi (migas) dapat mengusulkan insentif ke pemerintah jika selama ini fasilitas fiskal dinilai kurang.
"Setahu saya, sudah ada insentif untuk pengembangan migas pada income biaya masuk. Apabila dirasa kurang, bisa diusulkan kembali. Pemerintah tidak menutup mata untuk ini," katanya dalam diskusi dalam acara Asosiasi Migas Indonesia (IPA) di Jakarta, Kamis 18 Mei 2017.
Baca: Cerita Ketua SKK Migas Soal Turunnya Harga Minyak
Namun beleid yang mengatur usulan insentif ini belum secara pasti mendapat akomodasi dari pemerintah. Beberapa di antaranya masih diproses di Kementerian Keuangan. Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengaku frustrasi karena tidak kunjung selesainya revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 guna memberi kepastian pajak bagi investor migas.
"Sempat ada komentar tentang amandemen PP Nomor 79 Tahun 2010. Ini saya juga frustrasi. Coba nanti saya tanyakan sudah sampai sejauh mana, sudah tujuh bulan tidak kunjung selesai," ujar Jonan ketika menjadi pembicara dalam acara yang sama, Rabu, 17 Mei 2017.
Baca: IPA 2017 Sumbang Penerimaan USD 5 Miliar dari 6 Kontrak Gas
Jonan menegaskan, jika memang ada yang perlu dibantu, akan diselesaikan secepat mungkin, dan jika ada kendala tentang administrasi, bisa langsung menghubungi Kementerian ESDM agar dibantu penyelesaiannya kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S). PP Nomor 79 Tahun 2010 mengatur tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu migas. Revisi tersebut masih mentok di Kementerian Keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada September 2016 menjelaskan, revisi tersebut diharapkan mampu meningkatkan nilai keekonomian proyek melalui penaikan internal rate of return guna membuat kegiatan sektor hulu migas menjadi lebih menarik bagi investor.
"Berdasarkan kalkulasi, maka nilai keekonomian proyek akan meningkat melalui internal rate of return, yang naik dari 11,59 persen menjadi 15,16 persen, dengan dukungan pemberian fasilitas perpajakan ataupun non-perpajakan, terutama pada masa eksplorasi," tutur Sri Mulyani.
Pokok-pokok perubahan revisi PP 79/2010 tersebut, antara lain pemberian fasilitas perpajakan pada masa eksplorasi, yaitu pajak pertambahan nilai (PPN) impor dan bea masuk, PPN dalam negeri, serta pajak bumi bangunan akan ditanggung pemerintah. Selain itu, fasilitas perpajakan pada masa eksploitasi mencakup PPN impor dan bea masuk, PPN dalam negeri, dan pajak bumi bangunan ditanggung pemerintah hanya dalam rangka pertimbangan keekonomian proyek.
ANTARA