Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Petani Teluk Jambe Memprotes Reformasi Agraria Jokowi

image-gnews
Serikat Tani Telukjambe melakukan aksi kubur diri di depan Istana Negara, Jakarta, 25 April 2017. Aksi tersebut dilakukan untuk mendapatkan perhatian pemerintah terkait konflik agraria di Telukjambe, Karawang, Jawa Barat. TEMPO/Caesar Akbar
Serikat Tani Telukjambe melakukan aksi kubur diri di depan Istana Negara, Jakarta, 25 April 2017. Aksi tersebut dilakukan untuk mendapatkan perhatian pemerintah terkait konflik agraria di Telukjambe, Karawang, Jawa Barat. TEMPO/Caesar Akbar
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Lima peti kayu mirip makam berjajar di depan Istana Negara, Jakarta. Siang itu, ketika matahari sedang terik-teriknya, lima lelaki berbaring di setiap peti. Sekujur tubuh mereka ditimbun tanah dengan bunga tabur berada di atasnya.

Kelimanya adalah petani dari Telukjambe, Karawang, Jawa Barat. Sudah sejak pagi mereka “mengubur” diri. Bersama puluhan petani yang turut datang, tuntutan mereka tak berubah dari aksi bulan sebelumnya: Presiden Jokowi harus segera menyelesaikan persoalan agraria. "Kami terusir dari tanah kami sendiri. Rumah dan ladang sudah tergusur,” kata Dewan Pembina Serikat Tani Telukjambe Bersatu, Aris Wiyono, yang memimpin demonstrasi, kutip Majalah Tempo edisi Senin 1 Mei 2017.

Baca: Reformasi Agraria, 135 Koperasi Dapat Redistribusi Lahan

Ini adalah aksi kedua para petani Telukjambe. Pada pertengahan Maret, 15 petani nekat berjalan kaki dari rumah mereka di Telukjambe Barat ke Istana Negara. Jaraknya 77 kilometer. Mereka mewakili 150 petani Blok Kutatandingan yang terlibat sengketa tanah dengan perusahaan swasta, PT Pertiwi Lestari.  

Konflik antara petani dan perusahaan di Karawang ini mengemuka pada 11 Oktober 2016. Gara-garanya, buldoser perusahaan meratakan kebun dan tanaman milik petani. Warga Telukjambe Barat yang naik pitam terlibat perkelahian dengan petugas keamanan perusahaan. Buntutnya, sebelas petani menjadi tersangka. Sebanyak 187 kepala keluarga pun terpaksa kehilangan lahan, mata pencaharian, dan tempat tinggal.  

Baca: Jokowi: Masih Ada Penguasaan Lahan Besar oleh Korporasi  

Terbelit konflik serupa, Komunitas Dayak Meratus masih bernasib lebih baik. Masyarakat Dayak yang mendiami lereng pegunungan Meratus, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan ini tak sampai harus kehilangan lahan. Namun, sejak awal tahun, mereka berjibaku menuntut pengakuan atas tanah adat mereka. Miso, Koordinator Masyarakat Dayak Meratus, mendesak pemerintah menghentikan tindakan perampasan tanah adat oleh perusahaan swasta.

Aksi masyarakat Dayak Meratus ini diikuti sebagian warga Dayak asal Kabupaten Kotabaru, Dayak Tabalong, Balangan, Banjar, dan Hulu Sungai Tengah. “Mereka terpanggil karena merasa senasib, karena kami sudah banyak dizalimi,” ujar Miso, Selasa 25 April 2017.

Perseteruan agraria ini mendesak pemerintah mempercepat pelaksanaan program reforma agraria. Pada Sabtu dua pekan lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan kembali komitmennya mewujudkan reforma agraria yang berkeadilan untuk rakyat. Apalagi konflik agraria semakin meningkat dari tahun ke tahun. Konsorsium Pembaruan Agraria mencatat, terjadi 450 konflik agraria sepanjang 2016, naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 252 kasus.

Jokowi mengatakan pemerintah sedang menggodok skema penyaluran lahan. Cara ini diyakini manjur menekan konflik antara rakyat dan korporasi lantaran perebutan lahan. “Tapi saya tidak mau hanya membagi-bagi, kemudian tanah itu dijual lagi oleh rakyat kepada orang gede-gede,” kata Jokowi saat membuka Kongres Ekonomi Umat di Jakarta.

Baca: Bagikan 1.158 Sertifikat Lahan Gratis, Jokowi: Jangan Buat Mobil

Sehari sebelumnya, dalam peluncuran Kebijakan Pemerataan Ekonomi dan Reforma Agraria di Boyolali, Jawa Tengah, Jokowi membagikan 10.055 sertifikat tanah Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA). Menurut dia, sertifikat adalah tanda bukti kepemilikan tanah agar pemilik lahan tidak terlibat konflik dengan sesama masyarakat, perusahaan, dan instansi.

Pemerintah mencatat ada 21,7 juta hektare lahan yang siap dibagikan ke masyarakat. Bentuknya berupa legalisasi aset seluas 4,5 juta hektare dan redistribusi tanah 4,5 juta hektare. Sedangkan 12,7 juta hektare sisanya dibagi berupa pemberian hak pengelolaan hutan kepada rakyat. Presiden memastikan izin yang selama ini diberikan kepada korporasi akan dialihkan kepada rakyat dalam kurun waktu tertentu.

Hingga awal Februari kemarin, pemerintah telah membagikan sekitar 1,7 juta hektare tanah ke masyarakat melalui program reforma agraria yang berjalan sejak 2015. Rinciannya, pada 2015 sekitar 700 ribu hektare tanah dan 1 juta hektare pada tahun berikutnya. Pada akhir tahun lalu, pemerintah juga mengakui keberadaan sembilan kelompok masyarakat hukum adat dengan memberikan lahan seluas 12.544 hektare untuk 5.712 keluarga.

Kebijakan reforma agraria yang digadang-gadang Presiden Joko Widodo bukan ide baru. Perjalanan program redistribusi tanah ini sudah timbul-tenggelam sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia. Presiden Sukarno, yang pertama-tama menyusun program redistribusi ini, merujuk Undang-Undang Pokok Agraria 1960. “Sukarno menasionalisasi perkebunan-perkebunan yang semula dikuasai Belanda menjadi milik pemerintah,” kata Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan, Noer Fauzi Rachman, saat ditemui di kantornya, Selasa 25 April 2017.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sempat meredup, visi serupa muncul lagi pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Lewat Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum, reformasi agraria dibungkus dengan nama Program Pembaruan Agraria Nasional. Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto, yang ditunjuk mengawal program redistribusi 1,1 juta hektare tanah negara, 8,15 juta hektare hutan konversi, dan 7 juta hektare tanah telantar itu. Reformasi lahan itu berakhir tanpa hasil memuaskan akibat persoalan ego sektoral antar-institusi.

Janji reforma agraria mengemuka lagi saat Joko Widodo maju sebagai calon presiden pada 2014. Fauzi, yang kala itu menjadi  Ketua Kelompok Kerja Petani, Pertanian, dan Kehutanan di Rumah Transisi, mengatakan konsep land reform yang digadang-gadang Jokowi saat itu punya satu tujuan: menyejahterakan petani. “Indikatornya antara lain pembentukan badan penyelesaian konflik, inisiasi hak kelola penuh desa atas lahan pertanian dan hutan di kawasan hutan, protes-protes berkurang, dan persentase penanganan konflik agraria meningkat,” kata Fauzi.

Implementasi program ini rupanya tersendat. Lewat dua tahun masa pemerintahan Jokowi, redistribusi lahan baru terealisasi 1,7 juta hektare. Padahal Nawacita memuat janji Jokowi untuk melakukan reforma agraria sampai 9 juta hektare sepanjang 2015-2019.

Demi memenuhi janjinya, Presiden Jokowi menyatakan lagi komitmennya saat berpidato pada 4 Januari 2017 di Istana Bogor, Jawa Barat. Ia memastikan dua komponen utama reforma agraria, yakni redistribusi tanah seluas 4,5 juta hektare dan sertifikasi tanah seluas 4,5 juta hektare, akan dikebut tahun ini. Langkah ini, menurut dia, bisa mengurangi konflik akibat ketimpangan sosial atas penguasaan aset tanah di masyarakat.

Sebagai lembaga yang kebagian tugas memimpin program ini, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mesti bekerja cepat. Apalagi setumpuk pekerjaan rumah mesti diselesaikan, salah satunya soal kepastian ketersediaan lahan. Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, dalam waktu dekat ada lahan transmigrasi seluas 220 ribu hektare dan 3.800 hektare untuk Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona), yang siap dilegalisasi dari total 4,5 juta hektare.

Lahan lain berupa tanah telantar juga tersedia. Tercatat ada 23 ribu hektare tanah telantar dan 707 ribu hektare dari pelepasan hutan untuk memenuhi kebutuhan redistribusi sebesar 4,5 juta hektare. Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) itu tersebar di sejumlah provinsi, antara lain Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Maluku.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membantu dengan menyediakan lahan kawasan hutan untuk program perhutanan sosial yang ditargetkan seluas 12,7 juta hektare. Ada lahan 211.522 hektare untuk 48.911 kepala keluarga dengan jumlah izin mencapai 134 yang bisa didistribusikan untuk akses pengelolaan hutan sosial. “Tahap awal launching difokuskan ke sebelas desa dengan total luas 15.576 hektare untuk 9.411 KK,” kata Darmin dalam keterangan tertulis, Selasa 25 April 2017.

Identifikasi lahan untuk program legalisasi lahan transmigrasi tahap awal pun rampung. Menurut Darmin, sejauh ini ditemukan 342.344 bidang lahan transmigrasi atau sekitar 220 ribu hektare yang belum disertifikasi. Sebanyak 66,32 persen di antaranya sudah berstatus hak penggunaan lahan (HPL). “Perlu fokus untuk melegalisasi lahan ini karena prosesnya lebih cepat dibanding yang lain,” kata Darmin. Lahan transmigrasi tersebut tersebar di Sumatera Selatan, Riau, dan Kalimantan Timur.

Meski bekerja serba cepat, Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Montty Girianna memastikan program ini bukan sekadar bagi-bagi lahan. Sebab, data atas lahan-lahan yang tersedia belum sebanding dengan jumlah petani tanpa lahan yang mencapai 13,57 juta orang. Pemerintah masih harus menagih 20 persen hak masyarakat dari kawasan hutan untuk perkebunan yang selama ini dikelola perusahaan swasta.

Keberadaan lahan yang mayoritas tersebar di luar Jawa menjadi tantangan tersendiri. Padahal petani yang membutuhkan tanah garapan berada di Pulau Jawa. “Tidak masuk akal kalau konsep ini disebut bagi-bagi lahan,” kata Montty. “Jadi, yang paling mungkin mendapat tanah adalah kelompok yang paling termarginalisasi.”

Anggota Policy Advisor dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Perekonomian, Lin Che Wei, mengatakan bahwa kelompok masyarakat yang menjadi prioritas menerima manfaat program ini adalah petani, pekebun, petambak, perajin, dan buruh. Che Wei menghitung, dengan target penyaluran lahan sebanyak 21,7 juta hektare, jika menggunakan konsep klaster, tiap orang akan mendapat rata-rata 0,6 hektare. “Mungkin program ini bisa menyentuh 30-40 juta orang,” kata Chi Wei.

Meski pemerintah sudah menentukan subyek penerima dan obyek TORA, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) meminta pemerintah tetap melibatkan masyarakat untuk mengusulkan wilayah yang ingin dijadikan pelepasan hutan. Sebab, menurut Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika, selama ini usul tata ruang hanya datang dari pemerintah daerah ke pusat. “Ada kekhawatiran program ini berpotensi tidak tepat orang dan tidak tepat lokasi.”

ABDUL MALIK | AYU PRIMA SANDI | AGUS SUPRIYANTO | CAESAR AKBAR | KHAIRUL ANAM | DIANATA P SUMEDI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apa Kelebihan Sertifikat Tanah Elektronik? Begini Cara Mengurusnya

2 hari lalu

Sertifikat tanah elektronik. Facebook.com
Apa Kelebihan Sertifikat Tanah Elektronik? Begini Cara Mengurusnya

Apakah itu sertifikat tanah elektronik, bagaimana keunggulannya dibanding sertifikat tanah cetak. Bagaimana cara mengurusnya?


Kepala BPN Sebut 2 Keunggulan Sertifikat Tanah Elektronik: Minim Risiko dan Cegah Mafia Tanah

2 hari lalu

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto di Yogyakarta Kamis (7/12). Tempo/Pribadi Wicaksono
Kepala BPN Sebut 2 Keunggulan Sertifikat Tanah Elektronik: Minim Risiko dan Cegah Mafia Tanah

Sertifikat tanah elektronik yang kini digencarkan pemerintah memiliki keunggulan dibanding sertifikat tanah konvesional. Apa saja kelebihannya?


Jokowi Serahkan 200 Sertifikat Tanah untuk Masyarakat Sultra, Pj Gubernur: Wujud Kepastian dan Perlindungan Hukum

5 hari lalu

Presiden Joko Widodo memperlihatkan sertifikat ketika memberikan sambutan saat penyerahan sertifikat tanah untuk rakyat di Pengasih, Kulonprogo, DI Yogyakarta, Jumat 30 Januari 2020. Presiden menyerahkan 2.000 sertifikat tanah untuk masyarakat yang berasal dari seluruh DI Yogyakarta. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Jokowi Serahkan 200 Sertifikat Tanah untuk Masyarakat Sultra, Pj Gubernur: Wujud Kepastian dan Perlindungan Hukum

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyerahkan sebanyak 200 buah sertifikat tanah bagi masyarakat di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).


Legalisasi Tanah Ulayat, Menteri ATR: Investor Bisa Bekerja Sama dengan Masyarakat Adat

17 hari lalu

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto dalam konferensi pers usai Rakernas Reforma Agraria di Jakarta Selatan pada Selasa, 31 Oktober 2023. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Legalisasi Tanah Ulayat, Menteri ATR: Investor Bisa Bekerja Sama dengan Masyarakat Adat

Menteri ATR Hadi Tjahjanto mengungkapkan tata ruang dan legalisasi tanah dapat meningkatkan sektor pariwisata.


Menteri ATR Siapkan Sertifikat HPL di Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah

30 hari lalu

Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto menyampaikan rencana penerbitan sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) di IUP PT Timah TBK saat menghadiri penandatanganan kerjasama antara PT Timah TBK dengan Badan Bank Tanah dan Kanwil BPN Bangka Belitung di Graha Timah Pangkalpinang, Kamis Sore, 9 November 2023. (foto servio maranda)
Menteri ATR Siapkan Sertifikat HPL di Wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah

BPN mempersiapkan penerbitan sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) di atas wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah.


Hadi Tjahjanto Bagikan Sertifikat Door to Door: Semarang jadi Kota Lengkap Sebelum Akhir Tahun

37 hari lalu

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional ATR/BPN Hadi Tjahjanto (kiri) menyerahkan sertifikat tanah kepada warga di Desa Muktisari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Kamis 12 Oktober 2023. Sebanyak 405 sertifikat tanah dibagikan kepada warga secara gratis pada proses redistribusi tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Maloya yang telah ditetapkan menjadi Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Hadi Tjahjanto Bagikan Sertifikat Door to Door: Semarang jadi Kota Lengkap Sebelum Akhir Tahun

Menurut Menteri Hadi Tjahjanto, hampir seluruh lahan di Kota Semarang telah terdaftar di program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL.


Menteri Agraria Tak akan Perpanjang HGB Pontjo Sutowo di Hotel Sultan

39 hari lalu

Spanduk pemberitahuan terpasang di depan Hotel Sultan, Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu, 4 Oktober 2023. Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) mendatangi Hotel Sultan untuk mengingatkan segera mengosongkan lahan di Blok 15 kawasan GBK. Selain itu pihak PPKGBK turut memasang spanduk pemberitahuan tanah aset negara di depan Hotel Sultan. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Menteri Agraria Tak akan Perpanjang HGB Pontjo Sutowo di Hotel Sultan

Menteri Agraria/Kepala BPN Hadi Tjahjanto menegaskan tidak akan memperpanjang HGB Hotel Sultan milik Pontjo Sutowo.


Koalisi Bebaskan Petani Pakel Terus Bergerak, Begini Kronologi Kasus Vonis 3 Petani Desa Pakel Banyuwangi

41 hari lalu

Peserta aksi mogok makan menuntut pembebasan tiga petani pakel yang ditangkap secara paksa, aksi ini berlangsung di depan Kementerian Agraria dan tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional, Jakarta Selatan, Senin, 20 Februari 2023. Mulai pukul 10:30, massa mulai aktif membentangkan poster tuntutan sampai memajang surat pernyataan dari beberapa elemen yang terlibat. TEMPO/MAGANG/MUHAMMAD FAHRUR ROZI.
Koalisi Bebaskan Petani Pakel Terus Bergerak, Begini Kronologi Kasus Vonis 3 Petani Desa Pakel Banyuwangi

Koalisi Bebaskan Petani Desa Pakel terus bergerak. Mereka menganggap terjadi kriminilasasi terhadap petani berkonflik lahan dengan korporasi.


Fakta-fakta Pontjo Sutowo, Pengusaha yang Terlibat Sengketa Hotel Sultan dengan Pemerintah, Adik Kelas Megawati

49 hari lalu

Pontjo Sutowo. TEMPO/Zulkarnain
Fakta-fakta Pontjo Sutowo, Pengusaha yang Terlibat Sengketa Hotel Sultan dengan Pemerintah, Adik Kelas Megawati

Sepak terjang Pontjo Sutowo dalam dunia bisnis dimulai sejak ia berusia 20 tahun. Berikut profil dan konflik soal Hotel Sultan dengan pemerintah.


BPN Bogor Runut Lahan Konflik TNI AU Vs Warga Rumpin dari Eigendom, Tak Pakai Dokumen Girik

53 hari lalu

Warga Desa Sukamulya, Rumpin, Bogor, memasang spanduk menolak klaim TNI AU atas kepemilikan tanah 1000 hektare. Foto: Forum Masyarakat Desa Sukamulya
BPN Bogor Runut Lahan Konflik TNI AU Vs Warga Rumpin dari Eigendom, Tak Pakai Dokumen Girik

BPN Bogor saat ini tengah mengumpulkan dokumen dan bukti-bukti untuk menyelesaikan konflik lahan antara TNI Vs warga Rumpin.