TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi bisnis di sektor manufaktur Indonesia terindikasi melemah pada Februari 2017. Aktivitas produksi pada bulan lalu diperkirakan mengempis setelah sempat terdongkrak kenaikan permintaan hari raya Imlek pada Januari.
Nikkei Indonesia Manu fac turing Purchasing Manager Index turun dari level 50,4 pada Januari ke level 49,3 pada Februari. Indeks manufaktur di bawah level 50 menandakan penurunan akti vitas industri dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan ini tersurvei pada em pat komponen indeks manufaktur.
Para pengelola pabrik melaporkan penurunan produksi, order baru, pembelian stok bahan baku, dan jumlah tenaga kerja. Markit menyatakan pesanan yang diterima oleh industri pengolahan berbalik merosot sig nifikan pada Februari setelah sempat menguat pada Januari. Ada pun pesanan dari pasar ekspor meneruskan tren penurunan yang telah terjadi sejak Oktober.
Penurunan permintaan dari pasar domestik dan luar negeri membuat pabrik-pabrik di Indonesia memilih menurunkan pro duksi dan jumlah pekerja. Pengurangan pekerja di sektor ma nufaktur sekarang sudah berlangsung selama lima bulan berturut-turut. “Setelah rebound, tampak pada kondisi ekonomi pada awal 2017, industri manufaktur Indonesia kembali ada di zona merah pada Februari.
Permintaan yang lemah dari dalam negeri berarti kesempatan meraih order baru masih langka,” kata Pollyna de Lima, ekonom di IHS Markit seperti di - kutip, Rabu (1 Maret 2017).
Sekjen Asosiasi Produsen Serat Sintetis Indonesia (Apsyfi) Redma Wirawasta memperkirakan penurunan aktivitas bisnis pada Februari dipengaruhi oleh periode libur Imlek pada Januari.
Libur panjang pada periode Imlek membuat produksi industri manufaktur di Cina merosot pada akhir Januari. Kekosongan pasokan dari Cina mendongkrak permintaan atas produk industri manufaktur di Tanah Air. Namun, permintaan ke pabrikpabrik di Indonesia merosot setelah pabrik-pabrik di Cina kembali berproduksi normal. Kondisi ini yang menyebabkan penurunan aktivitas di industri manufaktur pada Februari dibandingkan dengan Januari.
“Biasanya, itu karena tahun baru Cina. Memang selama tahun baru China karena liburan produksi dari sana turun. Setelah mereka normal, kembali lagi order ke pabrik di Indonesia turun,” kata Redma.
Ketua Asosiasi Roti Biskuit Dan Mie (Arobim) Sribugo Suratmo juga berpendapat indeks manufaktur kembali jatuh ke bawah level 50 pada Februari karena kenaikan produksi sepanjang Januari, sedangkan level produksi pada Februari melandai.
Dia menjelaskan produsen pangan olahan pada Januari me - ningkatkan produksi untuk kembali mengisi stok yang menipis pada periode konsumsi tinggi seperti saat Natal dan Tahun Baru. “Januari tinggi karena awal tahun adalah peak season. Begitu Januari lewat, turun lagi kembali ke normal. Nanti digenjot lagi untuk persiapan masuk Ramadan dan Lebaran,” katanya.
Sribugo mengatakan kenaikan produksi sebagai persiapan Ramadan biasanya mulai terjadi pada dua bulan sebelumnya. Pada tahun ini, produksi diperkirakan mulai digenjot pada akhir Maret. Survei indeks manufaktur juga menunjukkan tren inflasi harga bahan baku masih berlangsung pada Februari. Mayoritas responden menyatakan kenaikan biaya pengadaan bahan baku antara lain di dorong oleh penguatan dolar AS.
Tren kenaikan harga bahan baku telah berlangsung sejak September tahun lalu. Redma mengatakan kenaikan harga bahan baku serat tekstil telah terjadi sejak Desember.
Inflasi harga bahan baku tekstil, jelasnya, disebabkan oleh strategi Cina mengalihkan sebagian lahan produksi kapas untuk tanaman jagung. Penurunan produksi kapas di Cina membuat harga kapas di pasar global semakin tinggi. Kenaikan harga kapas beserta kenaikan harga bahan baku serat sintetis membuat harga komponen produksi serat tekstil semakin tinggi.
“Sebetulnya sudah terjadi sejak Desember. Ini efek Cina mengurangi produksi kapas. Kenaikan harga kapas membuat harga PTA ikut naik, ditambah lagi faktor harga minyak bumi,” kata Redma.
Sribugo mengatakan kenaikan harga bahan baku produksi industri pangan didorong oleh ke cenderungan produsen menumpuk stok pada awal tahun. Produsen meningkatkan stok mengantisipasi permasalahan pa sokan yang bisa terjadi selama setahun produksi.
“Rutin pada awal tahun memang biasanya ada kenaikan har ga. Namun, ini sebetulnya nor mal. Gula dan garam sebetulnya masih oke,” kata Sribugo.
BISNIS