TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyiapkan sejumlah cara untuk menyiasati timbulnya kredit macet dalam program Kredit Usaha Rakyat (KUR), khususnya di sektor produksi. Terlebih tahun ini program tersebut akan digulirkan dua kali lipat lebih tinggi targetnya dibanding tahun lalu, yaitu mencapai 40 persen.
"Kami tahu ada risiko dalam membangun model pembiayaannya. Tentu kita usahakan sedemikian rupa sehingga ada mitigasi dari banknya," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad di kantornya, Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat, 27 Januari 2017.
Muliaman berujar, dalam model pembiayaan untuk sektor produksi yang aman dibangun nanti, pihaknya akan melibatkan banyak pihak, di antaranya lembaga penjamin kredit dan asuransi kredit. "Lalu nanti ada juga off taker dan pihak-pihak lain yang meyakini bahwa sektor itu bisa dibiayai dengan ekosistem yang jelas."
Muliaman menuturkan pergeseran fokus ke sektor produksi dari sektor perdagangan juga tidak mudah. OJK pun berkomitmen membangun skema pembiayaan baru. "Tentunya di sektor pertanian, terutama yang mendukung ketahanan pangan. Juga sektor peternakan dan energi," katanya.
Dengan membuat model skema pembiayaan baru, target penyerapan KUR ke sektor-sektor produktif sebesar 40 persen dapat tercapai. Adapun sektor produksi yang dimaksud adalah pertanian, perikanan, dan industri.
Hingga 31 Desember 2016, realisasi penyaluran KUR mencapai Rp 94,4 triliun atau 94,4 persen dari target penyaluran sebesar Rp 100 triliun. KUR tersebut tersalurkan kepada 4.362.599 debitor. Adapun kredit macet atau non-performing loan (NPL) hanya mencapai 0,37 persen.
Tahun lalu, KUR mikro mencatatkan porsi penyaluran terbesar, mencapai Rp 65,6 triliun atau 69,5 persen. Angka tersebut kemudian diikuti KUR retail sebesar Rp 28,6 triliun atau 30,3 persen dan KUR penempatan TKI sebesar Rp 177 miliar atau 0,2 persen.
GHOIDA RAHMAH