TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menginginkan ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai separuh dari total kebutuhan domestik bisa ditekan melalui berbagai upaya. Dalam pembukaan Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional ke-4 di Kantor Presiden, Jokowi mengingatkan kembali bahwa ketersediaan energi nasional adalah kunci dalam memberantas kemiskinan dan mengurangi ketimpangan.
Pada 2017, pemerintah ingin lebih fokus lagi bekerja dalam mempercepat pemerataan pembangunan, termasuk di dalamnya di sektor energi, sehingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia betul-betul bisa segera terwujud.
"Kita tidak boleh membiarkan rakyat kita di Papua, di perbatasan, daerah terpencil, dan daerah terdepan mengalami ketidakadilan karena harus menikmati BBM dengan harga yang berlipat dibanding Jawa dan Sumatera. Dan kita juga tidak boleh membiarkan rakyat kita di pelosok Nusantara tidak memperoleh listrik di malam hari," kata Jokowi, Kamis, 5 Januari 2017.
Jokowi mengatakan kebutuhan BBM sekitar 50 persen masih tergantung impor, sedangkan sisanya dari produksi kilang domestik. Jokowi menilai kondisi tersebut sangat berbahaya sekali ke depannya jika pemerintah tidak melakukan riset dan tidak melakukan terobosan dalam membangun ketahanan energi nasional.
"Utamanya karena kita sekarang memiliki produksi CPO yang tidak kecil. Kedua, kita memiliki biomasa yang tidak kecil. Ketiga, kita memiliki batu bara. Yang tentu saja turunannya ini, kalau ada sebuah riset yang baik, baik untuk CPO, biomasa, batu bara, dan mungkin bahan yang kita miliki sendiri ini betul-betul dilakukan riset besar-besaran yang akan memberikan terobosan sehingga kita tidak ketergantungan terus kepada yang namanya BBM," katanya.
Mantan Wali Kota Solo ini menginginkan penemuan shalegas di Amerika bisa menjadi terobosan yang dilakukan. Selain itu, dengan hutan kelapa sawit yang mencapai 13 juta hingga 14 juta hektare, bisa memberikan peluang Indonesia tidak ada ketergantungan dengan negara lain.
"Jangka panjang kalkulasi dan perhitungan seperti itu harus betul-betul kita hitung, kita kalkulasi, sehingga kita mempunyai sebuah plan jangka menengah, jangka panjang, sehingga ketakutan kita akan kekurangan BBM, kekurangan energi, betul-betul terdesain sejak awal. Ini yang sampai sekarang menurut saya betul-betul belum diseriusi secara baik," ujarnya.