TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi, 14 Desember 2016, bergerak menguat sebesar 64 poin menjadi 13.257 dibanding sebelumnya di posisi 13.321 per dolar Amerika Serikat.
Analis Bina Artha Sekuritas, Reza Priyambada, mengatakan, di tengah penantian pertemuan The Fed, laju rupiah mampu kembali mengalami penguatan. Membaiknya data ekonomi di sejumlah negara maju menekan mata uang Amerika Serikat, sehingga berdampak positif pada rupiah.
"Meredanya sentimen politik di Italia, kenaikan data makro Inggris, dan membaiknya data Cina berimbas positif pada mata uang di negara berkembang, termasuk rupiah," ucapnya, Rabu, 14 Desember 2016, seperti dilansir Antara.
Reza berujar, penguatan rupiah juga ditopang data positif dari Cina, yang menjadi tujuan ekspor utama Indonesia. Produksi industri Cina pada November naik 6,2 persen dibanding tahun lalu, sementara penjualan retail tumbuh 10,8 persen.
"Kami harapkan laju rupiah masih terus terapresiasi memanfaatkan sentimen eksternal itu. Namun pelaku pasar juga diharapkan tetap waspada menjelang pertemuan The Fed," tuturnya.
Ekonom Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, mengatakan pelaku pasar global masih menunggu kesimpulan The Fed mengenai suku bunga acuannya, walaupun sudah diproyeksikan naik. Namun kepastian mengenai pandangannya pada 2017 masih ditunggu.
"Jika The Fed ragu untuk memulai pengetatan moneter yang agresif, hal itu bisa kembali menekan laju dolar Amerika ke depan," ujarnya.