TEMPO.CO, Bogor - Presiden Direktur PT Astra International , Tbk Prijono Sugiarto menyatakan penurunan laba perusahaan per kuartal ketiga tahun ini tak lepas dari situasi bisnis yang lesu. Prijono memperkirakan di sisa penghujung tahun ini, seluruh bisnis Astra tak banyak berubah.
"Situasi bisnis ini yang menantang dihadapi oleh Grup Astra terus berlanjut,” ujarnya di sela Workshop Industri Otomotif Grup Astra, Jumat, 4 Desember 2015.
Prijono menjelaskan, dalam laporan keuangan PT Astra International, Tbk pada kuartal ketiga tahun ini, diketahui pendapatan bersih konsolidasi mencapai Rp 138,2 triliun. Angka tersebut turun hingga 8 persen dari yang dibukukan pada periode serupa pada 2014 sebesar Rp 150,6 triliun.
Selain pendapatan bersih, laba bersih PT Astra International, Tbk pun juga jeblok hingga akhir September 2015. Laba bersih turun hingga 17 persen dari Rp 14,5 triliun per kuartal ketiga tahun lalu menjadi Rp 11,9 triliun pada periode serupa tahun ini. Sementara laba bersih saham turun hingga 17 persen dari Rp 358 miliar menjadi Rp 296 miliar.
Penurunan pendapatan serta laba bersih PT Astra International, Tbk itu, menurut Prijono, di antaranya dipicu oleh anjloknya penjualan mobil dan 20 persen dan penjualan mobil turun 14 persen. "Penurunan kontribusi dari seluruh segmen bisnis kecuali alat berat dan pertambangan," kata Prijono.
Menurut Prijono, saat ini PT Astra International, Tbk sedang menghadapi penurunan konsumsi domestik, persaingan di pasar mobil, pelemahan harga komoditas, dan penurunan kualitas kredit korporasi dalam sembilan bulan pertama pada 2015. Karenanya, kontribusi dari seluruh segmen bisnis menurun, kecuali alat berat dan pertambangan.
Namundengan adanya penurunan pendapatan dan laba bersih, tidak berimbas pada turunnya nilai aset bersih per saham grup tercatat sebesar Rp 2.478 miliar pada 30 September 2015 dari posisi sebelumnya, yakni Rp 2.359 miliar.
Adapun posisi utang bersih secara keseluruhan, di luar anak perusahaan jasa keuangan, mencapai Rp 283 miliar pada 30 September 2015 dibanding dengan utang bersih sebesar Rp 3,3 triliun pada akhir 2014. Hal ini terjadi karena penerimaan modal kerja yangkuat. Anak perusahaan grup di segmen jasa keuangan mencatat utang bersih sebesar Rp 47,5 triliun dibandingkan dengan Rp 45,9 triliun pada akhir 2014.
LARISSA HUDA