TEMPO.CO, Nusa Dua - Hingga 25 November 2015, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP Sawit) telah mengumpulkan dana dari pungutan ekspor CPO (CPO fund) sebesar lebih dari Rp 4 triliun. Kepala BPDP Bayu Krisnamurthi mengatakan raihan tersebut diperoleh selama empat bulan pengumpulan CPO fund dimulai 16 Juli 2015.
Dari dana Rp 4 triliun, ucap Bayu, sekitar Rp 507 miliar di antaranya akan dipakai membiayai subsidi 223 ribu kiloliter biofuel. Dari Rp 507 miliar, para pengusaha biofuel telah menagih BPDP sebanyak Rp 285 miliar untuk subsidi biofuel. "Ada yang belum ditagihkan (dari BPDP). Masih proses pengajuan," ujarnya saat jumpa pers di Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) XI di Bali, Kamis, 26 November 2015.
Bayu menargetkan dana CPO fund terkumpul Rp 9,6 triliun selama setahun sejak Juli tahun ini. Dia menuturkan kemungkinan adanya revisi akibat El Nino (bencana kekeringan), lemahnya permintaan dampak kebakaran, dan harga ekspor produk down stream yang lebih rendah. "Pastilah akan berefek pada pemasukan dana. Akan dievaluasi setiap tiga bulan. Nanti kita lihat lagi awal tahun depan," katanya.
Direktur Utama PT Triputra Agro Persada Arif Rachmat berujar, penerapan mandatory biodiesel akan berpengaruh pada harga CPO menyusul penambahan konsumsi biodiesel. Dia memperkirakan permintaan CPO tahun depan tumbuh 1,9 juta ton dan pasokan turun 1,5 juta ton. "Ini berarti pasar telah bullish," ucapnya.
CPO fund adalah dana yang dikumpulkan untuk menutup biaya pengolahan biodiesel dalam program pencampuran 15 persen bahan bakar nabati ke dalam solar yang berlaku mulai 1 April 2015. Nilai pungutannya US$ 50 per ton untuk ekspor minyak sawit mentah dan US$ 30 per ton untuk ekspor olein.
Angka patokan ini berlaku sebagai pengganti bea keluar saat harga CPO di bawah US$ 750 per ton. Sedangkan bila harga minyak sawit sudah di atas US$ 750, CPO fund diambil dari bea keluar.
ALI HIDAYAT