TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Penasehat Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono memprediksi produksi kelapa sawit naik sebesar 3,8 persen secara tahunan (yoy) untuk 2023 menjadi 53,1 juta ton. Sementara untuk 2024, produksi diperkirakan naik 4,9 persen (yoy) menjadi 55,8 juta ton.
“Kenaikan tersebut akhirnya terjadi setelah Indonesia mengalami penurunan produksi selama 3 tahun terakhir di tengah berbagai tantangan yang harus dihadapi di antaranya terkait aspek hukum dan keberlanjutan,” ujar Joko dalam acara IPOC 2023, di Nusa Dua, Bali, Jumat, 3 November 2023.
Adapun secara aspek konsumsi mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Tahun ini tercatat konsumsi domestik meningkat sebesar 10,1 persen (yoy). Joko mengatakan untuk pertama kalinya konsumsi biodiesel mencapai 10,6 juta ton, lebih tinggi dari konsumsi pangan sebesar 10,3 juta ton. "Jadi ini baru pertama kali terjadi dalam sejarah," tuturnya. Sementara oleochemical sebesar 2,2 juta ton.
Pada tahun ini pula, ekspor sudah mulai kembali normal ke berbagai negara di luar Uni Eropa seperti India, China, Pakistan.
Sedangkan untuk ekspor ke Eropa mengalami tren penurunan sejak tahun 2015 yang disebabkan oleh adanya kebijakan antidumping ekspor biodiesel. Meskipun demikian, market share ekspor di Uni Eropa masih sekitar 12 persen.
Namun, pada sisi ekspor, data Gapki mencatat terjadi penurunan 3,5 persen (yoy pada tahun ini menjadi 30,2 juta ton. Sebelumnya, ekspor 2022 adalah sebesar 30,8 juta ton. Untuk tahun depan, Joko mengatakan ekspor masih akan terus menurun menjadi kurang lebih 29 juta ton.
Adapun Joko mengatakan tantangan industri kelapa sawit kian pelik. Usia rata-rata tanaman kelapa sawit yang sudah menua sehingga diperlukan penanaman kembali sebagai upaya meningkatkan produktivitas tanaman di tengah keterbatasan lahan akibat moratorium.
Selain itu, kini industri yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia harus menghadapi persoalan tumpang tindih kawasan hutan di tengah tuntutan keberlanjutan yang begitu besar.
“Indonesia tidak memiliki pilihan lain selain meningkatkan produksi untuk memenuhi ambisi B50/B100 serta memenuhi kebutuhan global,” kata Joko. Berbagai upaya peningkatan produktivitas tanaman maupun ekspansi harus menekankan aspek keberlanjutan agar nilai produk kelapa sawit Indonesia diterima di pasar Internasional.
Pilihan Editor: Direktur Bulog Beberkan Penyebab Harga Beras Masih Melonjak