TEMPO.CO, Jakarta- Indonesia masuk tujuh besar negara yang mengalirkan dana gelap ke luar negeri. Data dari Global Financial Integrated menunjukkan Indonesia berada di peringkat ketujuh di bawah Cina, Rusia, Meksiko, India, Malaysia, dan Brasil.
Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa Setyo Budiantoro menyatakan jumlah aliran dana gelap tersebut terbilang amat besar. "Secara kumulatif, nilainya mencapai US$ 187,8 miliar," ucap Budiantoro di Jakarta, Ahad, 18 Oktober 2015.
Menurut dia, aliran dana gelap yang mengalir keluar dari Indonesia selama periode 2003-2012 diperkirakan meningkat dari US$ 16,6 miliar menjadi US$ 20,8 miliar per tahun. Setiap tahun pun mengalami tren kenaikan sebesar empat persen dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB).
Untuk mengetahui aliran dana gelap tersebut, kata Budiantoro, bisa dilihat dari angka ekspor. Di Indonesia, misalnya, aliran dana yang keluar umumnya terjadi lantaran perusahaan ingin menghindari kewajiban membayar pajak. Salah satu yang dilakukan ialah dengan memanipulasi data ekspor. "Ada data yang tidak sesuai ketika barang sudah masuk ke negara tujuan," kata Budiantoro.
Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan tidak sedikit perusahaan menaruh orang yang tidak mempunyai kaitan dalam usaha menjadi pimpinan atau sebagai atasan. Semakin canggih kejahatan di sektor keuangan, hal seperti itu semakin bisa dilakukan.
Sementara di sisi lain, kata Dadang, pemerintah tidak mempunyai instrumen yang mantap untuk mengungkap sosok pemilik perusahaan yang sebenarnya. "Buruknya tata kelola sistem keuangan menjadi peluang terjadinya aliran uang gelap," ujarnya.
Menurut Direktur Financial Transparency Coalition Porter McConnell, sistem keuangan global yang rumit dimanfaatkan dengan optimal oleh para pemilik perusahaan untuk memarkir uangnya. Negara-negara seperti Maritius, Singapura, Swiss, dan Amerika, disebut-sebut menjadi kawasan sekretif.
Hal inilah yang akan menjadi pembahasan dalam konferensi internasional bertajuk “One Voice, Many Purpose: The 6th Financial Transparency Conference” di Jakarta dua hari ke depan. Sejumlah lembaga transparansi dari berbagai negara dijadwalkan hadir dan berbagi informasi.
Direktur Penyuluhan Pelayanan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Mekar Satria Utama menegaskan dugaan dari Prakarsa. Ia berkata bahwa pada 2014, ada isu tentang perbedaan data hasil ekspor di sektor batu bara yang dilaporkan Badan Pusat Statistik. Temuan itu menunjukkan ada indikasi perbedaan angka ekspor batu bara ke Cina hampir dua kali lipat.
ADITYA BUDIMAN
Baca juga:
Kalla Mau Evaluasi KPK, Terlalu Banyak Tangkap Orang?
PDIP Siaga, PAN Diajak Bicara: Ada Reshuffle Kabinet?