TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melakukan evaluasi rencana kenaikan penerimaan cukai rokok sebesar 23% pada tahun 2016 seiring banyaknya kritikan dari berbagai pihak.
Panggah Susanto, Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian mengatakan pihaknya telah menyiapkan surat resmi tentang permintaan Kemenperin kepada Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi kembali besaran kenaikan target cukai.
"Suratnya sudah di meja pak Saleh Husin , tinggal menunggu disetujui oleh beliau," kata Panggah seperti dikutip dari siaran pers, Rabu (23 September 2015).
Dijelaskan Panggah, kenaikan target cukai memang tidak bisa dihindari. Tetapi jika dinilai terlalu tinggi dan menimbulkan dampak kontraproduktif, katanya, perlu dicari jalan tengah dengan cara berunding dengan pelaku industri.
"Selama ini industri minta kenaikan harga cukai sebesar 6%, sedangkan pemerintah sendiri minta naik 23%, ini kan enggak ketemu. Hal ini yang harus dibicarakan lebih intens," ujarnya.
Kendati demikian, Panggah juga menuturkan, hal yang harus dicermati adalah kenaikan target cukai rokok kemungkinan tidak terealisasi pada 2016 dengan berkaca pada pencapaian tahun ini.
Sebagai gambaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 pemerintah mengusulkan penerimaan cukai hasil tembakau naik 23% menjadi Rp148,85 triliun. Angka ini setara 95,72% dari total target penerimaan cukai tahun depan senilai Rp155,5 triliun.
Adapun pada 2015, realisasi cukai tembakau diperkirakan hanya mencapai Rp133 triliun dari total target cukai APBNP Tahun 2015 sebesar Rp139,1 triliun. Angka ini sudah termasuk tambahan penerimaan dua bulan dari pencabutan fasilitas kredit pembayaran pita cukai.
"Ini kan artinya tidak akan tercapainya target cukai untuk tahun ini. Bagaimana mungkin mau dinaikkan sebesar 23%," tegas Panggah.
Penolakan kenaikan target sebelumnya datang dari Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani yang menilai kenaikan cukai sebaiknya mengikuti angka inflasi yakni 5-7% atau sekitar Rp129 triliun. Angka ini wajar dan masih bisa diterima oleh industri.
Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, juga mengatakan rencana kenaikan cukai rokok pada 2016 dinilai tidak realistis karena realisasi penerimaan cukai pada 2015 sudah bisa diperkirakan tidak akan tercapai.
"Yang dituntut dari Komisi XI adalah penerimaan naik berdasarkan realisasi penerimaan 2015. Kami berharap basis penerimaan 2016 itu jangan sampai melebihi 5-7% dari basis penerimaan 2015."
Sekjen Gabungan Produsen Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoni mengatakan pemerintah harus membuka ruang diskusi dengan pelaku usaha dalam menetapkan kenaikan cukai 2016 sesuai amanat Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai.