TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil tidak menyetujui usul Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bahwa Indonesia harus keluar dari keanggotaan G20. “Persoalan ikan itu harus kita bicarakan G to G (antarpemerintah),” ujarnya, Jumat, 14 November 2014.
Menurut Sofyan, keterlibatan Indonesia dalam forum itu mengindikasikan taraf perekonomian bangsa ini, sehingga pernyataan Menteri Susi diharapkan tidak mengusik keanggotaan Indonesia. “Banyak negara mau jadi G20 tapi enggak bisa. Kita adalah representasi (negara berkembang),” ujarnya. (Baca: Menteri Susi Usul Indonesia Keluar dari G20)
Ia mencontohkan peran Singapura yang begitu dominan dalam perekonomian negara-negara ASEAN, namun dalam forum itu hanya bertindak sebagai peninjau, bukan anggota aktif seperti Indonesia.
Sofyan memahami kegundahan Menteri Susi terhadap potensi hilangnya pemasukan negara, namun hal itu bisa diselesaikan melalui pendekatan secara intensif terhadap negara yang bersangkutan. “Jadi yang dibicarakan Bu Susi itu kita harus bicarakan dengan trade partner kita,” ujarnya.
Ditanya ihwal agenda Presiden Joko Widodo dalam pertemuan G20 yang akan dilangsungkan di Brisbane, Australia, pada 15-16 November mendatang, Sofyan mengatakan Jokowi hanya menghadiri pertemuan rutin. “Saya pikir agendanya financial stability, tapi belum tahu pasti,” tuturnya. (Baca: Jokowi Diundang PM Abbott ke Acara G20 di Brisbane)
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta Indonesia keluar dari keanggotaan G20, khususnya di sektor perikanan. Sejak menjadi anggota G20, Indonesia mengalami kerugian di sektor perikanan, khususnya saat melakukan ekspor ikan. Penyebabnya adalah besarnya pengenaan tarif impor negara tujuan ekspor. (baca: Relevansi dan Manfaat Keberadaan G20 Dipertanyakan)
Susi mencatat, ekspor produk ikan tuna Indonesia per tahun ke beberapa negara, seperti anggota Uni Eropa, Jepang, Korea, dan Amerika Serikat, cukup besar, mencapai US$ 750 juta per tahun. Belum lagi komoditas utama ekspor udang sebesar US$ 1,5 miliar. Dengan mempertimbangkan tarif impor beberapa negara tujuan ekspor seebsar 3,5- 20 persen, potensi kerugian yang diderita Indonesia per tahun mencapai Rp 2,2 triliun.
JAYADI SUPRIADIN
Terpopuler
Telepon Menkeu, Investor Gali Janji Jokowi di APEC
Larangan Rapat di Hotel, Bisnis Penginapan Lesu
BPK Akan Laporkan Audit Pantura pada Jokowi