TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal DPP Organda Andriansyah menganggap aneh kebijakan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang melarang penjualan solar di Jakarta Pusat demi menekan konsumsi solar.
Bila pemerintah serius ingin menjaga kuota solar yang menipis, katanya, seharusnya kebijakan diberlakukan kepada mobil pribadi. "Itu akan lebih signifikan dan tepat sasaran," katanya ketika dihubungi Tempo, Selasa, 5 Agustus 2014. (Baca: Solar Sulit, Separuh Kopaja Tak Beroperasi).
Menurut dia, bila kebijakan itu diberlakukan ke angkutan publik, maka yang akan merasakan dampaknya adalah masyarakat kecil. Hal itu lantaran ada kecemasan dari para pengusaha angkutan yang ujungnya berdampak pada kenaikan tarif. "Ini kenapa ke masyarakat kecil, apa ada tekanan dari industri mobil?" katanya.
Berbeda dengan kendaraan pribadi, ia mengatakan angkutan umum sulit dan tidak bisa leluasa mencari BBM bersubidi. Angkutan umum punya rute dan jalur sendiri yang menyebabkan mereka tidak bisa berpindah tempat untuk mengisi BBM. (Baca:Solar Subsidi Dihapus, Ongkos Angkutan Melonjak)
Pemerintah mulai membatasi konsumsi BBM di sejumlah daerah. Per 1 Agustus, solar di wilayah Jakarta Pusat ditiadakan. Kemudian pada 4 Agustus, penjualan solar di Jawa, Bali, Kalimantan dan Sumatera dibatasi hanya pukul 08.00-18.00 untuk beberapa SPBU yang dianggap rawan. Selanjutnya pada 6 Agustus, pembatasan penjualan solar bersubsidi akan diberlakukan untuk nelayan. Tak hanya itu, penjualan Premium juga akan dilarang di sepanjang jalan tol.
ANANDA PUTRI
Terpopuler
ISIS Hancurkan Makam Nabi Yunus, Ini Alasannya
Sekjen PBB Frustasi Hadapi Israel-Hamas
Pendukung ISIS Menyebar di Negara ASEAN
Jokowi Bantah Tudingan Preteli Koalisi Pro-Prabowo