TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan, meminta pasar global menutup kesempatan untuk kayu ilegal. "Negara-negara konsumen yang mengimpor kayu dari Indonesia juga harus konsisten," katanya seusai menghadiri "3rd High Level Market Dialogue - 2013: The New Era of Indonesian Legal Timber Products to Meet Global Market", Rabu, 21 Agustus 2013.
Dengan adanya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK), Zulkifli menegaskan bahwa kayu asal Indonesia sudah memiliki jaminan mengenai asal-usul serta proses pengolahan. "Jangan sampai ada hambatan dari negara pengimpor," kata dia.
Dengan tertutupnya "log laundering", kata dia, volume ekspor kayu Indonesia diharapkan meningkat.
Peningkatan kinerja ekspor tersebut, menutur Zulkifli, dapat memicu semangat petani untuk menanam pohon. "Target produksi kayu kita sampai tahun 2020 itu 60-70 juta metrik ton," katanya. Saat ini, produksi kayu Indonesia tercatat 40 juta metrik ton.
Pada September 2013 depan, Zulkifli Hasan akan menandatangani perjanjian kerjasama mengenai SVLK dengan Uni Eropa bulan depan. "Saya dan Komisioner Uni Eropa Bidang Lingkungan Hidup akan menandatangani "voluntary partnership agreement" (VPA) pada 30 September 2013," ujarnya.
Ia menjelaskan, setelah SVLK diterjemahkan ke dalam 22 bahasa Uni Eropa, selain Bahasa Inggris, dan proses ratifikasi selesai, VPA mengikat secara legal bagi Uni Eropa dan Indonesia.
Dengan demikian, kata Zulkifli, Uni Eropa akan mengakui SVLK sebagai sistem yang menjamin legalitas kayu Indonesia. Artinya, ia melanjutkan, legalitas kayu yang dilengkapi sertifikat "Indonesian Legal Wood" sudah diakui.
"Dengan VPA, kayu Indonesia yang masuk Uni Eropa tidak lagi memerlukan proses "due dilligence"," ucapnya. Menurut Zulkifli, di dalam negeri, penerapan SVLK telah mencapai kemajuan signifikan.
Hingga pertengahan Juli 2013 silam, ada 124 unit pengelola hutan alam mendapat sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dengan SVLK di dalamnya.
Sementara itu, pengelola hutan tanaman dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dengan sertifikat PHPL mencapai 56 unit. Zukifli juga menyebut 23 unit pengelola hutan alam, 44 unit pengelola hutan tanaman dan 19 unit hutan hak sudah memperoleh SVLK sebanyak 701 unit. Ia menuturkan, pemberlakuan SVLK terbukti tidak menurunkan volume maupun nilai ekspor produk kayu.
Zulkifli mengungkapkan, SVLK harus dijaga oleh lembaga penilai independen (LPI) yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan standar internasional. Saat ini, ia menyebut, sudah ada 14 Lembaga Independen Penerbit Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (LPPHPL) dan 12 Lembaga Verifikator Legalitas Kayu (LVLK) yang diakreditasi International Organization for Standardization (ISO) / International Electrotechnical Commission (IEC).
Ia berharap dengan penandatanganan VPA dengan Uni Eropa, volume ekspor dapat meningkat sejalan dengan peningkatan legitimasi kayu Indonesia Indonesia di pasar dunia. Zulkifli pun mengklaim kegiatan "illegal logging", "illegal timber trade" maupun "log laundering" di Indonesia kini tidak lagi terjadi. Hal tersebut, ia melanjutkan, seharusnya menjadi perhatian bagi Uni Eropa dan negara pengimpor lainnya untuk tidak menampung kayu ilegal dari negara lain.
MARIA YUNIAR
Berita Terpopuler:
5 Teknologi yang Mengancam Manusia
Ini Kronologi Aksi Gadis Pemotong 'Burung'
Sidang Kasus Cebongan, Hakim dan Oditur Ketakutan
Mantan Napi Ungkap Kengerian Penjara Korea Utara
Beragam Penyebab Rupiah Terjun Bebas