Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta: Mantan Kepala Badan Urusan Logistik (Kabulog) Rizal Ramli menyatakan tindakan Jaksa Agung yang akan mencairkan dana eks cessie (hak tagih) Bank Bali senilai Rp 546 miliar Selasa (9/3) depan adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak dapat dibenarkan. Hal tersebut diungkapkan Rizal usai sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (6/3). "Tindakan Jaksa Agung berpihak pada Djoko Tjandra," katanya. Padahal, lanjut dia, Badan Pemeriksa Keuangan melalui ketuanya Satrio Budihardjo Joedono sudah mengeluarkan keputusan untuk tidak boleh mencairkan dana tersebut. Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua BPK Satrio Budihardjo Joedono mengatakan, institusinya tetap berpegang pada hasil audit atas rekening 502 (dana penjaminan bank oleh pemerintah). Hasil audit menyatakan, pembayaran dana antarbank oleh Bank Indonesia ke Bank Bali pada 1998 senilai Rp 904 miliar tidak sah. "Kami tetap beranggapan dana tersebut seharusnya tidak keluar dari BI," ujarnya. Ketika ditanyakan lebih lanjut, apakah ini berarti rencana pencairan dana cessie oleh kejaksaan menabrak hasil audit BPK, Satrio tidak memungkirinya. "Nabrak-nabrak itu biasa bagi beberapa orang," katanya berseloroh. Meski begitu, ia menyatakan, ini sepenuhnya kewenangan kejaksaan dan sudah menjadi permasalahan hukum. "Jadi, sebaiknya dicek saja dengan MA," tambahnya.Satrio menjelaskan, laporan audit investigasi BPK atas kasus Bank Bali pada 7 September 1999 menyatakan, pembayaran klaim Bank Bali tidak sah karena dilakukan BI berdasarkan surat permintaan dua orang Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional yang belum diberi kewenangan oleh Ketua BPPN (Koran Tempo, 6/3)Dalam hal ini Rizal menuding ada perbuatan tersembunyi dalam kasus ini. "Jangan-jangan bancaannya (setorannya) banyak bagi partai yang berkuasa," katanya. "Yang menarik, dalam kasus ini Jaksa Agung terkesan terlalu semangat dalam eksekusi dana tersebut," tambahnya.Urusan cessie Bank Bali ini nampaknya akan berbuntut panjang. Apalagi jika diingat dahulu, Habibie jatuh sebagai presiden karena tersangkut kasus ini. "Itu karena ada partai yang menghendaki dia jatuh, yakni PDIP, tapi sekarang dua partai (Golkar dan PDIP) itu jadi kompak, ada apa ini?" tukasnya. Danto - Tempo News Room
Iklan
