TEMPO.CO, Jakarta - Konsistensi Bank Indonesia menjaga mata uangnya di pasar mampu mengamankan rupiah, sehingga tidak melemah terlalu dalam hingga ke 9.300 per dolar Amerika Serikat. Campur tangan yang dilakukan bank sentral mampu mengamankan rupiah sehingga berhasil menguat di bawah level 9.200 per dolar AS, Jumat lalu.
Akhir pekan lalu rupiah berhasil menguat 60 poin (0,65 persen) ke level 9.198 per dolar AS. Sehingga dalam sepekan rupiah juga menguat 16 poin (0,2 persen) dari posisi minggu sebelumnya di 9.214 per dolar AS.
Mencuatnya kembali kekhawatiran utang di Eropa serta ditambah lagi masalah gejolak politik membuat mata uang uni Eropa, euro, melemah terhadap dolar AS. Imbasnya, mata uang Asia, termasuk rupiah, juga cenderung terdepresiasi terhadap dolar.
Pengamat pasar uang, Farial Anwar, mengatakan tidak adanya lagi data ekonomi domestik yang ditunggu membuat pergerakan rupiah akan banyak dipengaruhi kondisi global. Suku bunga BI Rate kembali dipertahankan di level 5,75 persen pekan lalu. “Praktis tidak ada lagi sentimen positif dari faktor domestik,” ucapnya.
Dia memproyeksikan rupiah minggu ini akan ditransaksikan dalam kisaran 9.180-9.240 per dolar AS. Ada kemungkinan rupiah masih akan berada di atas 9.200 per dolar AS.
Ekonomi Indonesia masih tumbuh di atas 6 persen, inflasi tetap terkendali hingga bulan April lalu sebesar 1,9 persen, dan suku bunga BI Rate di 5,75 persen. “Dari sisi fundamental, rupiah sebenarnya masih oke,” ucapnya.
Sentimen yang berkembang di pasar saat ini, Farial melanjutkan, adalah mengenai kondisi yang terjadi di Eropa. Tingginya ketidakpastian kawasan Eropa membuat euro melemah, sehingga dolar AS cenderung menguat. Imbasnya, tekanan terhadap rupiah juga masih besar.
Meskipun ekonomi Amerika sendiri juga tidak bagus, terus memburuknya kondisi Eropa membuat para pelaku pasar lebih nyaman memegang dolar AS yang dianggap paling aman untuk menempatkan dananya.
PDAT | VIVA B. KUSNANDAR