TEMPO.CO, Jakarta- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) akan memperketat penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi hingga ke Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU). Hal ini dilakukan untuk mencegah penyelewengan dan memastikan BBM diterima oleh konsumen yang berhak.
Menurut Wakil Ketua BPH Migas, Fahmi Harsandono, pihaknya akan bekerja sama dengan Pertamina untuk menyalurkan BBM dari depot hingga SPBU. Selama ini verifikasi BBM bersubsidi hanya dilakukan sampai ke depot.
Sayangnya BBM yang keluar dari depot dan harus dibayar subsidinya oleh pemerintah tak lagi terkontrol distribusinya, apakah masuk ke SPBU dan dijual untuk konsumen yang berhak atau dibelokkan ke tempat lain. "Kami harus memastikan BBM itu benar-benar masuk ke pompa bensin dan disalurkan kepada pengguna yang berhak." kata dia dalam keterangan tertulis kepada Tempo, Senin 26 Maret 2012.
Fahmi mengakui selama ini belum ada verifikasi distribusi yang lebih ketat selepas dari SPBU. Sebabnya, sebagian besar SBPU dioperasikan pihak ketiga. Data Pertamina menyebutkan hingga semester pertama 2010 terdapat sekitar 4.500 SBPU di seluruh Indonesia. Dari jumlah itu yang benar-benar dimiliki dan dioperasikan sendiri oleh Pertamina (disebut sebagai SBPU "coco" alias company owned, company operated) hanya 53 unit.
Namun Fahmi menegaskan pengawasan harus bisa dilakukan sekalipun pompa bensin itu dimiliki pihak ketiga. Selama ini pengawasan penyaluran BBM di SPBU hanya digantungkan pada kejujuran sopir truk tangki dan operator pompa bensin. Ia memberi contoh, toko waralaba Indomaret yang dapat mengontrol dan melakukan pelaporan penjualan di seluruh outlet-nya. ”Masak Pertamina kalah dari Indomaret,” katanya.
Dalam Anggaran Pendaparan dan Belanja Negara 2011 nilai subsidi BBM mencapai Rp 129,72 triliun. Sayangnya, sebagian besar penyalurannya tidak tepat sasaran. ”Sekitar 77 persen subsidi dinikmati kelompok menengah ke atas,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik.
Wakil Presiden Boediono pun mengakui sebagian besar penyaluran BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Hal ini disebabkan oleh besarnya selisih antara harga jual BBM bersubsidi dan harga keekonomian.
NUGROHO DEWANTO | FERY FIRMANSYAH