TEMPO Interaktif, Jakarta - Untuk menambah pendapatan asli daerah, Provinsi Papua akan menggenjot penerimaan dari kekayaan alam seperti emas dan timah yang banyak terdapat di sana. "Tahun ini kami juga membuat hydro power. Dengan itu, maka PAD kita bisa mencapai Rp 2 triliun. Semoga dalam jangka panjang ketergantungan Papua pada APBN akan semakin berkurang," kata Gubernur Papua, Barnabas Suebu di gedung DPR, Jakarta.
Papua berencana mengurangi ketergantungan anggaran daripemerintah pusat. Saat ini, sebanyak 95 persen dari APBD Papua berasal dari APBN. Adapun sisanya dari pendapatan asli daerah.
Upaya penambahan PAD tersebut harus segera dilakukan, karena dalam beberapa tahun ke depan persentase dana dari APBN yang akan dialokasikan untuk Provinsi Papua akan dikurangi. Di sisi lain, hingga saat ini PAD yang diterima Provinsi Papua belum mencapai Rp 500 miliar. "Menurut Undang-Undang tentang Otonomi Khusus, pada 2021 bantuan ini akan drop tahap pertama. Pada 2026 akan mengalami drop tahap kedua," kata Barnabas.
Menurut Menteri Keuangan Agus Martowardojo, berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, Dana Otonomi Khusus yang dialokasikan untuk Provinsi Papua sebesar 2 persen dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional. "Dana ini mulai dianggarkan pada tahun 2002 dan akan berakhir tahun 2022," kata Agus.
Pada tahun 2002 Dana Otonomi Khusus yang dialokasikan Rp 1,175 triliun, tahun 2003 Rp 1,527 triliun, tahun 2004 Rp 1,64 triliun, tahun 2005 Rp 1,7 triliun, dan tahun 2006 Rp 3,4 triliun. Mulai tahun 2007, Dana Otonomi Khusus yang dialokasikan di dalamnya sudah termasuk dana tambahan infrastruktur. Pada 2007 Dana Otonomi Khusus yang dialokasikan Rp 3,2 triliun, tahun 2008 Rp 3,5 triliun, tahun 2009 Rp 2,6 triliun, tahun 2010 Rp 2,6 triliun. Sehingga, total Dana Otonomi Khusus yang dialokasikan dari 2002 hingga 2010 sebesar Rp 21,4 triliun.
EVANA DEWI