"Kalau memang ditemukan pelanggaran, sebaiknya ada audit investigasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan," ujar Deputi Koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo kepada Tempo kemarin.
Adnan mengatakan, dalam hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan ditemukan adanya kejanggalan pemberian L/C tersebut. "Namun konteksnya masih kejanggalan secara administrasi, belum dapat menjadi alat bukti hukum," katanya.
Aparat hukum, kata dia, harus cermat dalam menyikapi temuan tersebut. Jangan sampai proses yang berjalan berujung pada keputusan hukum yang mengecewakan, seperti keputusan lima tahun penjara kepada Robert Tantular.
Hasil audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan yang diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada 20 November 2009 menyebutkan, letter of credit oleh Bank Century kepada PT Selalang Prima Internasional dan sembilan perusahaan lainnya janggal. Selalang adalah perusahaan yang bergerak di bidang ekspor bijih plastik. Sebanyak 90 persen saham perusahaan dimiliki oleh Misbakhun, yang juga inisiator hak angket Bank Century.
Badan Pemeriksa melalui juru bicaranya, Novy Palenkahu, menyatakan, selain Selalang, ada sembilan perusahaan yang menerima L/C Bank Century yang dinilai mencurigakan.
Laporan audit investigasi BPK mengungkapkan, Selalang mendapat perlakuan istimewa dalam memperoleh L/C dari Bank Century senilai US$ 22,5 juta. Badan Pemeriksa mempermasalahkan fasilitas L/C yang mengucur tanpa didahului proses analisis aspek kemampuan keuangan dan legalitas Selalang. Menurut BPK, kerugian akibat fasilitas L/C ditutup dengan dana penempatan modal sementara Lembaga Penjamin Simpanan.
Hasil penelusuran Tempo menunjukkan adanya indikasi kejanggalan dalam pemberian L/C kepada Selalang Prima, antara lain pencairan fasilitas L/C dilakukan sebelum dilakukan analisis atau serba kilat. Atau, dengan kata lain, pemberian fasilitas pinjaman dilakukan melalui kredit komando karena ada perintah dari orang berpengaruh di Bank Century.
Kejanggalan lainnya, persyaratan L/C sangat tidak lazim dan berisiko tinggi. Ini terlihat dari presentasi dokumen yang hanya didasari fotokopi dokumen dan, ajaibnya, segala bentuk penyimpangan akan diterima pembeli. Menurut sumber Tempo, persyaratan ini tak mungkin diterima pembeli, kecuali pembeli dan penjual adalah pihak yang sama. Karena bisa saja pengirim barang mengapalkan air, dan bukan kondensat. Risiko ini akan menjadi tanggungan Selalang Prima.
Hal yang mencurigakan lainnya adalah tak jelas ke mana barang yang dibeli dikirimkan. Fasilitas L/C yang diterima Selalang Prima untuk mengimpor kondensat tanpa menyebut pelabuhan yang dituju. Dalam dokumen L/C hanya mencantumkan "any port (s) in Indonesia". Hal ini tak lazim dalam dokumen impor barang.
Pemilik 90 persen saham Selalang Prima sekaligus politikus Partai Keadilan Sejahtera, Mukhamad Misbakhun, ketika dimintai konfirmasi, melalui pesan singkat, menjawab, "Masalah L/C tolong ditanyakan ke Bank Mutiara karena L/C adalah dokumen yang dibuat oleh Bank."
Berkaitan dengan kejanggalan pelabuhan penerima barang yang diimpor Selalang Prima, Misbakhun menyatakan, "Saya cuma komisaris operasional, perusahaan sehari-hari dijalankan oleh direksi."
-- ALI NY | SORTA TOBING | NALIA RIFIKA
Perlakuan Istimewa kepada PT Selalang Prima Internasional:1. Fasilitas L/C dengan nomor 0474LC08B sebesar US$ 22,5 juta dengan hanya memberikan jaminan 20 persen atau US$ 4,5 juta. L/C tersebut digunakan untuk transaksi dengan Grains and Industrial Products Trading Pte Ltd Singapore. Bank penjamin National Commercial Bank, Jeddah, dan bank korespondennya adalah SNCB, Bahrain. Kepada bank koresponden, Bank Century telah menempatkan jaminan (
deposit) sebesar US$ 50 juta, yang tidak sebanding dengan jaminan L/C yang diberikan debitor sebesar US$ 6 juta. 2. Pemberian fasilitas L/C tersebut tidak melalui analisis dan prosedur yang seharusnya, baik dari segi keuangan maupun legal. Walaupun demikian, L/C tersebut tetap mendapat persetujuan dari Komite Kredit Bank Century. Selain itu, perjanjian kredit dan pengikatan jaminan telah ditandatangani secara notariat. Laporan BPK juga menunjukkan bahwa proses pemberian kredit ini hanya formalitas karena hanya berdasarkan instruksi Robert dan Hermanus. Ini berarti melanggar Kebijakan Perkreditan Bank dan Pedoman Pelaksanaan Kredit No. 20/SK-DIR/Century/IV/2005 tertanggal 21 April 2005.3. Realisasi penggunaan L/C ini sebesar US$ 22.499.964,63 dengan tanggal jatuh tempo pelunasan kepada Bank Century pada 19 November 2008. Sampai pemeriksaan BPK pada 19 November 2009, seluruh L/C telah jatuh tempo. Sebagian lainnya telah dilunasi oleh debitor dengan jaminan deposito sebesar US$ 6 juta. Ini berarti nilai outstanding posisi 31 Desember 2008 adalah US$ 16,5 juta. Bank Century telah melakukan penyisihan penghapusan aktiva produktif atas L/C tersebut sebesar US$ 16,5 juta atau Rp 179,85 miliar pada posisi 31 Desember 2008.4. BPK menyimpulkan pemberian fasilitas L/C melanggar ketentuan kebijakan perkreditan bank dan pedoman pelaksanaan kredit yang diatur SK Kredit No. 20/SK-DIR/Century/IV/2005 tertanggal 21 April 2005. Bank Century mengakui kerugian sebesar Rp 453,9 miliar untuk kredit dan Rp 1,87 triliun untuk fasilitas L/C per 31 Desember 2008. Kerugian tersebut akhirnya ditutup dengan dana penempatan modal sementara Lembaga Penjamin Simpanan.
-- AN | PUTI NOVIYANDA