TEMPO.CO, Jakarta - Dalam empat bulan terakhir 2024 setidaknya terdapat 10 bank perkreditan rakyat (BPR) yang bangkrut dan dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan atau OJK.
Sejak awal 2024 OJK telah melikuidasi 10 BPR, yaitu BPR Wijaya Kusuma, BPRS Mojo Artho, BPR Usaha Madani Karya Mulia, BPR Bank Pasar Bhakti, BPR Bank Purworejo, BPR EDCCash, PT BPR Aceh Utara, PT BPR Sembilan Mutiara, BPR Bali Artha Anugrah, dan terakhir PT BPRS Saka Dana Mulia Kudus.
Pencabutan izin usaha PT BPRS Saka Dana Mulia merupakan bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen," tulis OJK dalam pengumumannya pada Jumat, 19 April 2024.
Dengan ini, setelah izin usaha dicabut, maka BPR tersebut tidak lagi bisa menjalankan segala kegiatan usahanya. Penyelesaian hak dan kewajiban akan dilakukan oleh tim likuidasi bank yang dibentuk LPS, sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Merespon tumbangnya beberapa BPR di awal tahun, Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS memintaa nasabah dan masyarakat tetap tenang karena dana mereka aman dalam penjaminan lembaga itu.
“Masyarakat tidak perlu khawatir atau menjadi tidak percaya kepada BPR. Pun, kalau ada BPR yang terpaksa ditutup, nasabah tidak perlu khawatir karena simpanannya akan dijamin dan diganti oleh LPS,” kata Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank LPS, Didik Madiyono, sebagaimana dikutip dari Antara pada Rabu, 28 Februari 2024.
Kebanyakan BPR yang ditutup, kata dia, karena mengalami permasalahan mendasar mulai dari tindak pidana perbankan seperti kecurangan (fraud) hingga tata kelola (governance) dan manajemen resiko yang lemah.
“Jadi, tidak ada sesuatu yang perlu dikhawatirkan, biasa saja. Biasanya di BPR ini hampir 100 persen nasabahnya di bawah Rp2 miliar, jadi kebanyakan ter-cover (oleh LPS). Dari 99,97 persen itu ter-cover oleh LPS. Hanya 1-2 nasabah yang simpanannya di atas Rp 2 miliar,” kata Didik.
Sebelumnya, Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS Dimas Yuliharto mengatakan, banyaknya pencabutan izin usaha BPR bukan menunjukan pelemahan ekonomi. “Dalam waktu 18 tahun terkhir, rata-rata 6 sampai 7 BPR tutup setiap tahun. Namun, tren tersebut bukan karena keadaan ekonomi yang buruk atau dampak ekonomi terhadap BPR,” tutur Dimas kepada Tempo pada Senin, 19 Februari 2024.
Dimas mengatakan, kebangkrutan BPR tak berdampak besar terhadap perekonomian. Dalam hal ini, LPS siap menjamin dana masyarakat di BPR yang berakhir dengan pencabutan izin usaha. “Selama syarat penjaminan 3T dipenuhi oleh nasabah,” ujarnya.
Dimas kemudian merinci tiga syarat yang harus dipenuhi agar dana masyarakat di BPR bisa dijamin oleh LPS. Pertama, tercatat dalam pembukuan bank. Kedua, tingkat bunga simpanan yang diterima nasabah tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS. Ketiga, tidak melakukan pidana yang merugikan bank.”
Untuk diketahui, melansir dari Koran Tempo, BPR adalah bank konvensional ataupun syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Sama seperti bank umum, BPR menyediakan fasilitas kredit, misalnya modal kerja, investasi pendukung usaha, serta untuk biaya pendidikan dan renovasi rumah.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI I ANNISA FEBIOLA I YUDONO YANUAR/ ANTARA I RIZKI DEWI AYU
Pilihan Editor: OJK Cabut Izin Usaha PT BPR Bali Artha Anugrah, LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah