TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memamerkan sejumlah prestasi pemerintah dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Anggaran 2023 pada Rapat Paripurna DPR RI Ke-2 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025, di Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.
“Pada 2023, Laporan Keuangan Pemerintah atau LKPP mencatatkan beberapa prestasi yang cukup menonjol. Pertama, keseimbangan primer mencatat positif pertama kali sejak tahun 2012,” ujar Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan Tanggapan Pemerintah terhadap Pandangan Fraksi atas RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2023.
Keseimbangan primer sendiri merupakan total pendapatan negara dikurangi pengeluaran (belanja) negara, di luar pembayaran bunga utang. Apabila total pendapatan negara lebih besar daripada belanja negara di luar pembayaran bunga utang maka keseimbangan primer akan positif.
Kedua, surplus laporan operasional yang baru pertama kali tercapai sejak penerapan basis accrual accounting pada 2015. Surplus dari kegiatan operasional adalah selisih lebih antara pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan
Prestasi ketiga, pemerintah berhasil mencapai kenaikan ekuitas negara tanpa melalui revaluasi. Kinerja positif tersebut juga yang pertama kali terjadi sejak 2015.
Prestasi keempat adalah defisit fiskal dan rasio utang tercatat turun masing-masing menjadi 1,61 persen dan 39,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sebelumnya rata-rata 2,35 dan rasio utang 39,7 persen.
Keenam, menurut Sri Mulyani, adalah tingkat pengangguran terbuka menurun dari 5,86 persen pada 2022 menjadi 5,32 persen pada 2023.
Ketujuh, angka kemiskinan menurun dari 9,54 persen menjadi 9,36 persen, dan indeks pembangunan manusia naik dari 73,77 menjadi 74,39.
“Pada tahun 2023, pengelolaan transaksi APBN juga mengalami perbaikan. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) mencapai nilai terendah yaitu hanya Rp19 triliun. Sejak tahun 2008 ini adalah SILPA terendah,” ujarnya menunjuk prestasi kedelapan.
Ia pun menyatakan bahwa kinerja pemerintah semakin baik dalam mengelola APBN, sehingga semua transaksi dapat terkonsolidasi dan diidentifikasikan dengan baik yang ditunjukkan dengan transaksi antarentitas yang bernilai nihil untuk pertama kalinya.
Kinerja positif lainnya terlihat pada tingkat inflasi yang terus dijaga rendah pada kisaran 2,6 persen year-on-year (yoy), lebih rendah dari tahun 2022 yang mencapai 5,5 persen yoy.
Laju inflasi di Indonesia tercatat jauh lebih rendah dan stabil dibandingkan negara-negara G20 lain, seperti Rusia (7,4 persen), Turki (64,8 persen), dan Argentina (211,4 persen).
Sri Mulyani mengatakan bahwa tingkat inflasi yang rendah tersebut mendukung stabilitas harga komoditas, sehingga daya beli masyarakat pun terjaga dan mampu menopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Ia menuturkan bahwa Indonesia mampu membukukan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,05 persen yoy pada 2023, saat ekonomi global tengah diliputi ketidakpastian karena suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, yang biasa disebut The Fed, melonjak 500 basis poin (bps).
“Indonesia termasuk negara yang melakukan konsolidasi fiskal tercepat tanpa mendisrupsi pertumbuhan dan kinerja ekonomi reformasi struktural disertai pengelolaan fiskal yang prudent, untuk mendukung perbaikan dan pemulihan kesejahteraan rakyat yang terpukul akibat pandemi,” katanya lagi.
Pilihan Editor Jokowi Naikkan Insentif KPU 50 Persen, Berapa Gaji Mereka Sekarang?