TEMPO.CO, Jakarta - Miswadi, 46 tahun, bersama sembilan warga Rempang lainnya berkumpul di depan Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, pada Rabu, 14 Agustus 2024, untuk menyuarakan penolakan mereka terhadap Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco-City.
Kedatangan mereka ke ibu kota bukanlah tanpa alasan. Selama ini, mereka merasa diintimidasi oleh aparat keamanan di kampung halaman mereka di Pulau Rempang.
Miswadi mengungkapkan intimidasi dari aparat keamanan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Kelurahan Sembulang, Pulau Rempang. Ia menuturkan polisi dan TNI sering datang ke desa mereka, terutama ketika menyelenggarakan kegiatan sosial. Aparat kerap mengawasi karena warga menjadikan momen tersebut untuk berkonsolidasi menolak proyek Rempang Eco-City.
Salah satu insiden yang paling diingatnya adalah saat mereka mengadakan kegiatan keagamaan di bulan Muharram tahun ini. Sejumlah orang yang mengaku sebagai tentara datang dengan pakaian bebas.
"Mereka tidak suka setiap kami bikin kegiatan, (karena) kami mengadakan orasi penolakan-penolakan," ujarnya kepada Tempo di lokasi aksi, di depan gedung Kementerian Koordinator Perekonomian.
Ia mengatakan kedatangan aparat ini tidak jarang menimbulkan ketakutan di kalangan warga, terutama di kampung-kampung tetangga yang belum terbiasa dengan intimidasi tersebut.
Di Kelurahan Sembulang sendiri, kata Miswadi, warga sudah terbiasa dengan intimidasi yang mereka alami. Namun, dia mengkhawatirkan kampung-kampung tetangga, khususnya di Kelurahan Rempang Cate, yang belum mendapatkan pemahaman penuh tentang proyek Rempang Eco-City dan masih takut untuk berbicara. "Kami di Sembulang sudah kebal dengan intimidasi," katanya.