“Mantan Wakil Presiden Hamzah Haz terlibat langsung dalam lobi-lobi untuk mengatasi krisis APBN sekaligus potensi krisis politik,” kata Didik.
Saat itu subsidi kepada barang adalah pemborosan dan harus diganti menjadi subsidi kepada orang. Hamzah Haz ikut mendinginkan suasana dan meskipun tidak populer kemudian menyetujui kenaikan harga BBM dengan alasan kenaikan tersebut sebagai pilihan rasional.
Kontribusi tersebut lalu dibandingkan dengan pemimpin saat ini. Didik memaparkan, dalam mengatasi krisis sekarang, justru yang terjadi adalah dengan mengeruk APBN dan mendulang utang di luar kemampuan membayarnya.
Contoh kebijakan yang dipersoalkan adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Corona Virus Disease 2019. Kala itu pemerintah menarik utang jumbo untuk mengatasi pandemi. Dampaknya bisa sampai 2-3 periode kepresidenan.
Kini, Didik mengatakan, beban utang sudah super berat. Tahun depan, utang jatuh tempo mencapai Rp 800 triliun dan bunga yang harus dibayar menguras pajak rakyat. “Tidak ada lagi penjaga APBN seperti Hamzah Haz. APBN rusak pada sisi penerimaan, sekaligus lebih rusak pada sisi pengeluarannya,” ujarnya.
Pilihan Editor: Rupiah Ditutup Melemah Tipis di Level Rp 16.215 per Dolar AS