Irma menekankan, pemerintah jangan terlalu membebani masyarakat, karena sudah banyak beban yang mesti ditanggung. "Masyarakat sudah terlalu sakit. Belum Tapera lagi sekarang. Iuran BPJS Kesehatan 1 persen, iuran BPJS Ketenagakerjaan 2 persen, Tapera 3 persen. Sudah 6 persen, lho, beban masyarakat, ditambah lagi dengan out of pocket melalui program KRIS ini. Mbok mikir, gitu, lho," tutur Irma.
Irma mewanti-wanti agar berhati-hati untuk memberikan persetujuan terhadap sistem KRIS.
Presiden Joko Widodo satau Jokowi sebelumnya resmi menghapus sistem kelas 1, 2, 3 dalam layanan BPJS Kesehatan dan beralih ke sistem KRIS paling lambat 30 Juni 2025. Kebijakan ini dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Keputusan ini ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Pasal 1 ayat 4B dalam Perpres tersebut menegaskan, KRIS adalah standar minimum pelayanan rawat inap yang diterima oleh peserta.
Dalam jangka waktu sebelum tanggal 30 Juni 2025, rumah sakit dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh pelayanan rawat inap berdasarkan KRIS sesuai dengan kemampuan rumah sakit.
"Saya kira kita harus benar-benar hati-hati ya untuk bisa memberikan persetujuan terhadap KRIS ini. Kalau belum siap, lebih baik jangan dilaksanakan," kata Irma.
ANNISA FEBIOLA | DANIEL A. FAJRI
Pilihan Editor: Deretan Klaim Para Pejabat soal IKN Akan Berjalan Mulus Usai Ditinggal Kepala Otorita