Selain itu, Irma juga mengeluhkan nihilnya kajian akademis sistem KRIS yang diserahkan BPJS Kesehatan kepada Komisi IX DPR. Namun, tiba-tiba rencana implementasinya sudah disebarluaskan ke publik.
"Kajiannya tidak pernah kami terima, sehingga kami bisa menelaah lebih jauh, persetujuannya akan kami berikan atau tidak. Ini menurut saya akal-akalan. Jangan kebiasaan ngakal-ngakalin peraturan, pak," ujarnya.
Anggota DPR Dapil Sumatera Selatan II ini juga mempertanyakan kesiapan rumah sakit. Di dapilnya sendiri, belum ada rumah sakit yang siap untuk menjalankan sistem KRIS.
"Wong rumah sakit juga belum siap. Kami ini di daerah, punya Dapil dan kami tahu persis apa yang terjadi di Dapil kami. Dengan 12 kamar saja tidak tertampung, banyak sekali masyarakat yang tidak bisa masuk rumah sakit, rawat inap. Mikir gak, sih? 12 aja gak tertampung, gimana 4. Jadi, jangan gampang-gampangin."
Menurut dia, dari segi alat kesehatan (alkes) hingga sumber daya manusia (SDM) juga belum siap. "Jangan dikira kami setuju-setuju saja dengan ini. Orang rumah sakitnya belum diberesin kok, alkesnya juga belum cukup, SDM-nya juga belum ada. Emangnya spesialis kita sudah cukup? Kita saja masih kekurangan spesialis."
Harusnya, kata Irma, yang dipikirkan pertama kali oleh pemerintah adalah bagaimana BPJS Kesehatan tidak rugi, tapi pelayanannya prima. "Saya yakin ini nanti kelas III pasti naik. Di mana asas keadilannya? Ini nyusahin rakyat, lho Pak. Kalau mau kongkalikong dengan asuransi swasta, ya jangan pakai banyak program-program seperti inilah."
Irma melanjutkan, perekonomian rakyat saat ini sulit, angka pengangguran juga tinggi. Kemudian, masyarakat dibebani pula dengan sistem KRIS dengan rencana rawat inap satu iuran, sehingga berpotensi naiknya iuran kelas III.
Selanjutnya: Irma menekankan, pemerintah jangan terlalu membebani masyarakat....