TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Deputi Penataan Ruang dan Pertanahan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Marcia Tamba, mengatakan sinkronisasi Peta Indikatif Tumpang Tindih Informasi Geospasial Tematik (PITTI) alias Kebijakan Satu Peta mampu mengurangi tumpang tindih lahan. Selama rentang waktu 2019 sampai 2023, pengurangannya tercatat 9 persen.
“Ada sekitar 9 persen pengurangan dari 2019 hingga 2023,” kata Cia dalam Media Briefing One Map Policy Summit 2024 di kawasan Lapangan Banteng pada Selasa, 2 April 2024.
Dia mengungkapkan, PITTI hasil sinkronisasi menunjukan penurunan tumpang tindih setara 29,5 juta hektare lahan di Indonesia. Hal ini merupakan efek dari penetapan Peraturan Daerah untuk RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten Baru, perubahan tata batas Kawasan hutan dan Penerbitan Perizinan.
Pada 2019, ditemukan adanya 40,6 persen lahan Indonesia atau 77 juta hektare yang terindikasi mengalami tumpang tindih. Kemudian pada 2023 setelah kebijakan sinkronisasi dijalankan, luas lahan yang tumpang tindih tercatat berkurang menjadi sekitar 47 juta hektare.
Marcia mengatakan, masih banyak pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan terkait dengan tumpang tindih lahan. Pada 2024 ini, ada indikasi pengurangan tumpang tindih sekitar 8,6 persen. Walaupun dia menyebut, potensi konflik memang masih terbilang besar.
“Potensi konflik masih seperti ini, masih cukup besar, ke depan kita akan fokus menyelesaikan ketidaksesuain ini. Kami sekarang akan turun lebih detail untuk menyelesaikan permasalahan tumpang tindih yang masih tersisa, sekitar 47 juta hektare,” katanya.
Kemudian di dalam Kebijakan Satu Peta, kata Cia, terdapat 3 Informasi Geospasial Tematik atau IGT yang terkait dengan wilayah adat.
"Untuk IGT-IGT yang kami kumpulkan di Kebijakan Satu Peta adalah peta-peta yang memang sudah jelas, ada regulasi yang mengatur. Jelas siapa penganggung jawabnya," kata dia.
Kebijakan Satu Peta sendiri mengacu pada satu referensi geospasial, satu standar, satu basis data dan satu geoportal. Dengan tujuan, dapat menjadi acuan yang akurat dan akuntabel dalam pelaksanaan berbagai kegiatan dan perumusan kebijakan berbasis spasial. Selain itu, juga dapat menjadi acuan bersama dalam penyusunan kebijakan terkait penataan dan pemanfaatan ruang.
Bentuk kebijakan ini terdiri atas empat kegiatan utama. Pertama, kompilasi atau mengumpulkan IGT yang dimiliki oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. IGT yang dikompilasi ini adalah 158 peta tematik sesuai dengan lampiran rencana aksi Peraturan Presiden nomor 23 Tahun 2021.
Kedua, integrasi atau mengoreksi dan memverifikasi IGT di atas peta dasar Informasi Geospasial Dasar. Ketiga, sinkronisasi yang merupakan penyelarasan antar IGT yang telah selesai diintegrasi. Termasuk di dalamnya penyelesaian permasalahan tumpang tindih antar-IGT.
Terakhir, berbagi data dan informasi geospasial melalui jaringan informasi geospasial nasional. Produk hasil kebijakan suatu peta yang telah terintegrasi dapat dibagi-pakaikan melalui geoportal kepada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Ke depan, IGT juga akan dapat dibagi-pakaikan kepada publik secara bertahap.
Pilihan Editor: Jalur Pansela sebagai Alternatif Mudik, Membentang dari Pandeglang sampai Banyuwangi