TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, mengatakan, pihaknya kini memiliki stok cadangan beras pemerintah sekitar 1 juta ton dengan kualitas premium. “Ini sudah agak menurun karena digunakan untuk berbagai kepentingan,” kata dia dalam acara Bicara Stok dan Harga Beras Terkini di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta pada Senin, 18 Maret 2024.
Sejumlah kepentingan yang dimaksud di antaranya adalah intervensi pasar yang dilakukan Bulog lewat penyaluran beras melalui program Beras Stabilisasi Pasokan Harga Pasar (SPHP) maupun bantuan sosial (bansos) beras 10 kilogram (kg).
Baca Juga:
Ia berujar, Bulog terus berusaha agar jumlah stok beras terus bertambah hingga 1,2 juta ton. Caranya dengan melakukan pengadaan baik dari dalam maupun luar negeri. Adapun mayoritas stok beras Bulog saat ini sebanyak 99 persen di antaranya berasal dari impor. Sedangkan, pengadaan dari dalam negeri sudah mulai berjalan.
Bulog pun akan menyerap berapa pun beras sebisa mungkin. Bayu berharap Bulog memiliki kekuatan bekerja sama dengan mitra-mitra untuk masuk ke pedagang pasar. Meski begitu, Bulog akan tetap mempertimbangkan persaingan dengan pedagang kecil.
Selain stok yang dimiliki Bulog, menurut Bayu, stok beras nasional tertinggi justru ada di tiap rumah tangga yang kini volumenya ditengarai mencapai 50 persen. Pasalnya, masing-masing rumah biasanya menyetok beras sekitar 1 - 5 kilogram. Jika angka itu dijumlahkan seluruh Indonesia, maka total volume stok beras nasional akan besar.
Di luar stok beras yang dimiliki tiap rumah tangga, ada juga stok beras yang dimanfaatkan oleh pelaku-pelaku usaha atau organisasi seperti restoran, hotel, rumah sakit, pesantren, dan lembaga kemasyarakatan. Selanjutnya, stok yang dimiliki oleh para pedagang, mulai dari lingkup yang besar sampai yang kecil.
Adapun soal harga beras, Bayu memperkirakan besarannya akan tetap bertahan di level saat ini dan akan sulit turun kembali ke harga seperti semula. "Bayangannya adalah harga beras mungkin akan bertahan, tidak sampai serendah seperti yang diperkirakan semula," katanya.
Bertahannya harga beras itu, menurut Bayu, dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti biaya produksi petani yang terdiri atas ongkos tenaga kerja, sewa lahan, harga pupuk dan benih. Dengan naiknya biaya produksi petani maka harga gabah yang dijual pun akan ikut berubah.
Walhasil, harga beras tidak akan serendah seperti sebelumnya. Selain itu, upah tenaga kerja informal juga sudah mulai naik dan biaya hidup ikut meningkat.
"Sekitar 50 persen dari biaya produksi sawah itu, atau biaya produksi tanaman padi adalah tenaga kerja, harga sewa lahan juga demikian, konversi lahan kan terjadi, pasti lahan makin sedikit, lahan makin sedikit maka sewa lahan akan makin mahal jadi ongkos naik, pupuk juga naik," tutur Bayu.
Meski begitu, Bayu belum bisa memastikan berapa harga beras dan harga eceran tertinggi (HET). Bulog juga masih akan menunggu kepastian harga dari kementerian/lembaga terkait.
"Tapi berapa besar kenaikannya, nanti kita tunggu lah biar dari otoritasnya yang mengeluarkan, Badan Pangan Nasional atau Kementerian Pertanian atau BPS," ucap Bayu.
Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional mencatat per Senin, 18 Maret 2024, harga beras kualitas bawah I di level Rp 14.800, beras kualitas bawah II Rp 14.500, dan beras kualitas medium I Rp 16.050. Sementara harga berat kualitas medium II Rp 15.800, beras kualitas super I Rp 17.350, dan beras kualitas super II Rp 16.800 per kilogram.
Pilihan Editor: Dalih-dalih Jokowi Soal Harga Beras Tinggi, Lazimkah?