TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus melakukan langkah serius dalam memperbaiki industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS). Hal ini, terlihat dari langkah OJK sebagai regulator dengan mencabut izin bank-bank yang tidak kunjung sehat.
Belum genap dua bulan, OJK telah mencabut izin usaha tiga BPR. Ketiganya adalah PT BPR Wijaya Kusuma, BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto, dan BPR Usaha Madani Karya Mulia.
Berkaitan dengan hal tersebut, OJK terus berupaya memperkuat dan mengembangkan sektor perbankan khususnya BPR dan BPRS dengan menerbitkan dua Peraturan OJK (POJK) baru, mengenai penetapan status dan tindak lanjut pengawasan BPR dan BPRS, serta POJK kualitas aset BPR.
Pertama, POJK Nomor 28 Tahun 2023 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan BPR dan BPRS yang dikeluarkan untuk mendukung dan mewujudkan upaya pengembangan dan penguatan BPR/BPRS sejalan dengan perkembangan industri jasa keuangan yang makin kompleks dan beragam.
Kedua, POJK Nomor 1 Tahun 2024 (POJK 1/2024) tentang Kualitas Aset BPR diterbitkan untuk membangun industri BPR yang sehat dan memiliki daya saing tinggi dengan senantiasa memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko kegiatan usaha khususnya pengelolaan aset.
Berikut ini merupakan daftar BPR yang izinnya sudah dicabut oleh OJK.
1. BPR Usaha Madani Karya
Terbaru, pada awal bulan ini, OJK baru saja mencabut izin usaha BPR Usaha Madani Karya Mulia terhitung sejak 5 Februari 2024.
Kepala OJK Solo Eko Yunianto mengatakan BPR yang berlokasi di Surakarta itu sebelumnya telah berada dalam status pengawasan dan ditetapkan sebagai Bank Dalam Penyehatan dengan pertimbangan Tingkat Kesehatan (TKS) memiliki predikat kurang sehat pada 4 April 2023.
Kemudian pada 12 Januari 2024, PT BPR Usaha Madani Karya Mulia berada dalam status pengawasan Bank Dalam Resolusi, dengan pertimbangan bahwa OJK telah memberikan waktu yang cukup kepada Direksi dan Dewan Komisaris BPR, serta Pemegang Saham untuk melakukan upaya penyehatan.
“Namun demikian, Direksi dan Dewan Komisaris serta Pemegang Saham BPR tidak dapat melakukan penyehatan BPR,” kata Eko.