Yeka juga mengkritisi lamanya proses tindak lanjut pengaduan di Bappebti. Berdasarkan data yang dipaparkan, penanganan butuh waktu 300 hari sampai 600 hari untuk satu laporan saja. Sementara itu, Yovian menjawab bahwa Bappebti harus memeriksa lebih banyak pihak, berbeda dengan Ombudsman. Mulai dari nasabah, direktur perusahaan, direktur kepatuhan, marketing, hingga saksi dari pihak korban. "Kami gak bisa sembarangan, harus taat prosedur," ujar dia.
Salah satu kendala yang diungkapkan Yovian adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan anggaran. Ia mengungkapkan, tim pemeriksa di Bappebti hanya delapan orang. Pun dari segi anggaran, satu biro hanya mendapatkan anggaran Rp 2 miliar.
"Sangat kecil sekali. Terus terang kami diperiksa juga oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), inspektorat jenderal, juga Ombudsman. Kami menyadari itu. Kami berusaha se-transparan mungkin terhadap para pelapor. Apa pun yang masuk, kami proses. Cuman memang karena keterbatasan, proses pemeriksaan itu memakan waktu cukup lama."
Namun, kata Yeka, keterbatasan SDM dan anggaran tak serta-merta bisa dijadikan alasan. Menurutnya, kreativitas dalam berpikir bisa menembus keterbatasan tersebut. "Semua persoalan di republik ini selalu ujungnya anggaran dan SDM, tapi kan sebetulnya kita punya cara kalau kreatif. Yang terbatas itu sebetulnya mereka bisa tahu bagaimana cara yang paling efektif untuk mengawasi," ucapnya.
Yeka menambahkan hal-hal tersebut bersifat sistemik dan tindakan yang tegas dari lembaga bisa memberikan efek jera. "Satu saja perusahaan pialang dicabut izin usahanya, itu sudah menimbulkan efek gentar."
Pilihan Editor: Kerugian Mencapai Rp 68 M, Ombudsman Kritik Bappebti Soal Pialang Nakal