TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah kontroversi Pajak Bahan Jasa Tertentu (PBJT) untuk hiburan khusus disebut juga pajak hiburan, yang mencapai 40%-75%, pemerintah berkomitmen memberikan insentif fiskal. Insentif tersebut berupa pengurangan sebesar 10% pada Pajak Penghasilan (PPh) badan.
Pemberian insentif ini menjadi hasil dari permintaan langsung Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas mengenai pajak hiburan dalam kerangka Undang-Undang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) akhir pekan lalu di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Jumat, 19 Januari 2024.
Bagaimana perhitungan pemberian insentif tersebut?
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa skema insentif untuk sektor pariwisata akan mengambil bentuk pengurangan pajak melalui fasilitas Ditanggung Pemerintah (DTP), dengan potongan sebesar 10% dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Dengan demikian, tarif PPh Badan yang awalnya 22% diharapkan akan berkurang menjadi 12%.
Airlangga menyatakan bahwa langkah tersebut akan memberikan dorongan positif bagi pelaku usaha di sektor pariwisata dan menjaga kondisi usaha agar tetap stabil.
"Hal tersebut diharapkan akan mampu memberikan angin segar bagi pelaku usaha dan dapat menjaga iklim usaha agar tetap kondusif," kata Airlangga
Hingga saat ini, Airlangga mencatat bahwa aturan teknis terkait pemberian insentif PPh Badan DTP masih dalam proses evaluasi oleh Kementerian Keuangan beserta kementerian atau lembaga terkait. Meskipun tidak diungkapkan kapan secara tepatnya, dia menyebutkan bahwa ketentuan tersebut akan segera diterbitkan dalam waktu dekat.
Pemberlakuan UU Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD) pada awal tahun 2022 mencakup regulasi terkait Pajak Bahan Jasa Tertentu (PBJT) yang dikenakan oleh kabupaten/kota dan DKI Jakarta (provinsi).
Tarif PBJT mencakup berbagai sektor, seperti makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir, serta jasa kesenian dan hiburan, dengan tarif tertinggi 10%. Sebelumnya, dalam UU Nomor 28 Tahun 2009, tarif tertinggi mencapai 35%.
Mengutip laman Sekretariat Kabinet, sebelum berlakunya UU HKPD, berdasarkan UU 28/2009 sudah ada beberapa daerah yang menetapkan tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 75% (Aceh Besar, Banda Aceh, Binjai, Padang, Kota Bogor, dan Depok).
Lalu juga pajak hiburan sebesar 50 persen (Sawahlunto, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bogor, Sukabumi, dan Surabaya), serta sebesar 40% (Surakarta, Yogyakarta, Klungkung, dan Mataram).
Pilihan editor: Diprotes Kenaikan Pajak Hiburan, Sandiaga Uno Klaim WA dan DM-nya Meledak