Dalam pasal 1 peraturan itu, kata Yulia, disebutkan bahwa usaha spa adalah usaha perawatan yang memberikan layanan dengan metode kombinasi terapi air, aroma, pijat, rempah-rempah, layanan makanan atau minuman sehat, dan olah aktivitas fisik dengan tujuan menyeimbanhkan jiwa dan raga dengan tetap perhatikan tradisi dan budaya bangsa Indonesia.
Bahkan IWSPA juga sudah melaksanakan audit terhadap usaha spa sesuai dengan Permenparekraf itu. Namun, anehnya dalam UU HKPD, spa dikategorikan ke dalam jenis hiburan. “Kalau yang lain mungkin hiburan ya silahkan saja. Tetapi yang tergolong di sini adalah spa wellness, spa untuk kesehatan,” ucap dia.
Menurut Yulia, sangat aneh jika akhirnya spa dikategorikan sebagai jenis hiburan. “Itu yang sangat kami sesalkan dan asoisasi kami tentu tidak menghendaki hal itu,” tutur Yulia.
Alasannya, karena, para terapis spa di industri adalah terapis yang profesional dan bersertifikat. Bahkan harus mengikuti pelatihan yang tidak mudah untuk menjadi seorang spa profesional. Selain itu, ada juga uji kompetensi yang harus dijalani para terapis dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
“Jadi ini betul-betul adalah pekerjaan yang tidak sembarangan dikatakan hiburan semata. Itu yang menjadi konsen kami terhadap UU tersebut,” kata Yulia.
Selanjutnya: Ketua Wellness Healthcare Entrepreneur Association (WHEA) ....