TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP) Batam akan memulai pembangunan rumah contoh bagi warga yang kena gusuran megaproyek Rempang Eco-City pada Rabu, 10 Januari 2024. BP Batam tetap membangun rumah contoh tersebut kendati masih ada masyarakat yang menolak digusur dari Rempang. Rumah contoh tipe 45 di atas lahan seluas maksimal 500 meter persegi itu dibangun di Tanjung Banon, ujung tenggara Pulau Rempang, tempat mereka dipindahkan.
"Saya bersyukur kepada Allah, hari Rabu besok, rumah contoh untuk warga yang terdampak pengembangan Rempang Eco-City sudah bisa kita bangun," ujar Walikota Batam Ex-Officio Kepala BP Batam Rudi alam keterangannya pada Selasa, 9 Januari 2023.
Rudi mengatakan akan berkomitmen untuk memberikan solusi terbaik kepada seluruh masyarakat Rempang. Termasuk dalam memberikan hunian baru bagi warga Rempang.
BP Batam langsung mengkebut pembangunan Rempang Eco-City setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2023 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 62 Tahun 2018 Tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan dalam Rangka Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Nasional pada Desember 2023. Pemerintah mengklaim peraturan tersebut menjadi landasan bagi mereka untuk memberikan ganti rugi kepada warga yang sudah bermukim bertahun-tahun di Rempang namun tak memiliki dokumen kepemilikan lahan yang sah.
“Perpres 78 Tahun 2023 ini akan menjadi landasan hukum untuk memberikan ganti untung terhadap masyarakat yang terkena dampak pengembangan Rempang Eco-City,” kata Rudi pada Senin, 18 Desember 2023.
Sebelumnya rencana BP Batam dan pemerintah memulai pembangunan Rempang Eco-City yang digarap oleh taipan Tomy Winata memicu penolakan dan demonstrasi besar warga Batam pada September 2023. Mereka menolak digusur dari tanah yang telah ditinggali selama puluhan tahun. Termasuk masyarakat adat yang sudah tinggal di tempat itu jauh sebelum BP Batam berdiri pada 1971. Hingga hari ini warga masih menolak dipindah dan menolak pembangunan rumah percontohan tersebut.
"Kalau kami menerima rumah contoh itu artinya kami setuju (relokasi), kami menolak dibangunnya rumah percontohan itu," kata Riska, salah seorang warga Kampung Pasir Panjang, kepada Tempo, Selasa, 9 Januari 2023.
Menurut Riska, alat berat untuk pembangunan rumah contoh di Tanjung Banon sudah masuk. Riska mengklaim sebagian besar masyarakat menolak rencana pembangunan rumah contoh tersebut. Terlebih warga pemilik tanah ulayat di Rempang yang akan digusur.
"Kami akan terus menyuarakan penolakan ini. Pada pergantian tahun kemarin, kami juga menyuarakan penolakan Pepres 78," katanya.
Wadi, warga Sembulang Hulu, Pulau Rempang, memastikan 100 persen warga Sembulang Hulu belum ada yang mendaftar ke rumah hasil relokasi. Mereka bangga dengan sikap tersebut.
"Kami sama-sama jage, total kami ada 99 kepala keluarga," kata Wadi.
Menurut Wadi, hampir semua warga Sembulang Hulu tidak mau tanda tangan ikut relokasi. Kalau sendaianya salah satu saja ikut mendaftar, Wadi yakin perjuangan mereka akan hancur.
"Kami ini asli warga Sembulang Hulu. Kami akan bertahan," katanya.
BP Batam mengklaim, hingga 3 Januari 2024, sudah ada 387 kepala keluarga (KK) yang mendaftar ikut program relokasi. Ada 583 KK lainnya yang telah berkonsultasi terkait hak-hak yang akan mereka dapatkan jika mau direlokasi. Sementara, sebanyak 94 KK telah menempati hunian sementara.
YOGI EKA SAHPUTRA
Pilihan Editor: Sidang Kasus Unjuk Rasa Rempang, Hakim Dengarkan Kesaksian Soal Bang Long