TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan penurunan realiasai penerimaan kepabeanan dan cukai hingga 12 Desember 2023. Dia mengatakan penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp 256,5 triliun atau 84,6 persen dari target APBN dan 85,5 persen target Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2023.
"Penerimaan kepabeanan dan cukai memang alami kontraksi 11,7 persen Year on Year (YoY),” ujar Sri Mulyani dalam acara Konferensi Pers APBN KiTa Edisi Desember 2023 di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, pada Jumat, 15 Desember 2023.
Sri Mulyani menjelaskan penurunan itu imbas dari pelemahan ekonomi global, sehingga menekan kinerja ekspor dan impor nasional. “Kebijakan hilirisasi juga berdampak terhadap penerimaan negara yang berasal dari bea keluar,” ucap Sri Mulyani.
Penerimaan bea masuk turun 0,1 persen YoY, di mana realisasinya sebesar Rp 47,6 triliun. Nilai ini setara dengan 89,6 persen dari target APBN. Penyebabnya penurunan nilai impor hingga Oktober yang mencapai 7,8 persen YoY. Serta peningkatan penggunaan fasilitas kerja sama bebas dagang atau free trade agreement (FTA) yang mencapai 34 persen (tahun sebelumnya 33,6 persen).
Selanjutnya, bea keluar turun 68,5 persen YoY, di mana realisasinya sebesar Rp 12,3 triliun atau 62,2 persen dari target terbaru pemerintah berdasarkan Perpres Nomor 75 Tahun 2023. Hal itu seiring dengan menurunnya harga ekspor komoditas unggulan nasional.
“Seperti penurunan harga Crude Palm Oil (CPO) meskipun volume ekspor tumbuh, turunnya harga dan volume ekspor tembaga, dan berhentinya ekspor bauksit sejak Maret,” tutur Sri Mulyani.
Sementara itu, penerimaan cukai realisasinya sebesar Rp 196,7 triliun atau 86,6 persen dari target APBN. Namun, angka itu mengalami penurunan, utamanya disebabkan oleh kontraksi penerimaan cukai hasil tembakau. Penerimaan cukai hasil tembakau yang turun 3,7 persen YoY karena penurunan produksi. "Cukai sangat dipengaruhi cukai rokok,” kata Sri Mulyani.