Sebelumnya, pengamat kebijakan publik dan perlindungan konsumen Agus Pambagio mengatakan masalah utama LRT Jabodebek bukan soal roda kereta. Belasan rangkaian kereta bersistem tanpa masinis itu terpaksa masuk bengkel karena ketidaksesuaian desain rel. “Sejak awal persoalannya karena pelebaran rel tidak sesuai dengan aturan,” kata Agus pada 15 November 2023
Sebagai mantan anggota Komisi Pengawas Pembangunan LRT Jabodebek yang dibentuk Kementerian Perhubungan pada 2015-2016, Agus menduga ketidaksesuaian sepesifikasi rel itu dilakukan demi memangkas biaya proyek. “Kalau standar pelebaran 20 milimeter itu dikurangi jadi 10 milimeter, tentu ada biaya yang berkurang. Kalau jadi temuan ini tindak pidana,” ucap dia.
Sementara dalam dokumen berjudul “Rapat Evaluasi Kinerja Pengoperasian LRT Jabodebek” yang dibaca Tempo, tim Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan bersama konsultan eksternal menemukan adanya serbuk besi (dalam dokumen disebut gram) di beberapa titik rel LRT. Sebuk besi itu diduga memicu korsleting pada sejumlah komponen wesesl atau percabangan rel.
“Terdapat defect (cacat) pada lidah wesel karena hubungan arus pendek antara turnout—konfigurasi rel agar kereta dapat berpindah jalur—dan rodding—komponen wesel—yang terhubung melalui gram,” demikian salah satu poin kesimpulan dalam dokumen itu.
Tim yang memeriksa belum memastikan penyebab munculnya serbuk besi pada rel LRT itu. Namun, tim berasumsi ada lima kondisi penyebab. Pertama penggunaan roda dan rel yang tidak sesuai dengan stress material selama masa operasi LRT Jabodebek, dan kedua ketidaksesuaian antara profil roda dan rel.
Selanjutnya, ketiga perlaku bogie menahan lengkung ketika kereta membawa beban, keempat getaran berlebih pada lengkung yang menghasilkan gesekan berlebih. Serta kelima, tekanan berlebih pada roda dan bogie serta pada lengkung bagian luar.
Temuan serbuk besi dan kerusakan pada wesel