TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar transportasi dari Universitas Indonesia, Sutanto Soehodho merespons masalah yang terjadi pada light rail transit atau LRT Jabodebek. Kereta layang itu mengalami masalah pada bagian roda yang cepat aus dan diperlukannya penyesuaian ulang pada bagian struktur rel LRT Jabodebek.
Penyesuaian desain itu berkaitan dengan isi Permenhub Nomor 60 Tahun 2012 pun dinilai memiliki tingkat kesulitan tinggi karena perlu pembetonan ulang, sementara kebutuhannya hanya 1-2 sentimeter.
Menurut Sutanto, penyesuaian rel yang dimaksud adalah lebar gauge (ukuran) pada lengkung tikungan tajam atau kecil perlu diberi tambahan lebar. Tujuannya untuk meredam gaya tekan keluar akibat gaya centrifugal atau centripetal.
“Namun hal ini adalah hal yang standard dalam desain geometrik jalan atau rel,” ujar Sutanto saat dihubungi pada Rabu malam, 22 November 2023.
Dia menjelaskan, kesalahan dapat terjadi dalam pekerjaan konstruksi akibat akurasi alat ukur yang digunakan. Atau bahkan sebab lain yang sangat teknis yang hanya bisa dijawab oleh kontraktor terkait.
Baca Juga:
Kesalahan lainnya, menurut Sutanto, bisa saja terjadi pada desain atau manufaktur dari bogie (perangkat roda) gerbong kereta itu sendiri. “Yang memiliki lebar sumbu atau gauge yang tidak sesuai dengan standard gauge (1.435 mimimeter),” kata Sutanto.
Masalah utama LRT Jabodebek bukan soal roda kereta