TEMPO.CO, Pangkalpinang - Kejaksaan Agung atau Kejagung mulai mengusut dugaan terjadinya tindak pidana korupsi Sumber Daya Alam (SDA) dalam industri pertambangan dan perdagangan timah.
Keberadaan pihak yang bertindak sebagai kolektor timah dan permainan penerbitan dokumen dengan memanfaatkan lemahnya pengawasan ditenggarai menjadi penyebab utama terjadinya korupsi SDA timah.
Pengamat Pertambangan Bangka Belitung Bambang Herdiansyah mengatakan keberadaan kolektor timah yang muncul di hulu industri timah tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu faktor eksisnya pertambangan timah ilegal.
"Posisi kolektor ini banyak bermunculan karena didukung oleh pemodal dengan pendanaan kuat. Keberadaannya memberikan dampak terhadap eksisnya aktivitas tambang ilegal karena membeli timah hasil timah masyarakat," ujar Bambang kepada Tempo, Kamis, 26 Oktober 2023.
Cara permainan yang dilakukan para kolektor timah tersebut, kata Bambang, adalah membeli pasir timah dari aktivitas ilegal kemudian dijual kembali kepada perusahaan peleburan timah (smelter) yang berani membeli harga lebih tinggi.
"Oleh pihak smelter yang memiliki dokumen perizinan tambang dan dokumen ekspor lengkap, timah yang dibeli dari kolektor tersebut diolah dan dilebur kembali. Beginilah cara timah hasil ilegal itu bisa diekspor dengan legal," ujar dia.
Menurut Bambang, timah ilegal yang dilebur dan diekspor tersebut dibuat seolah-olah berasal dari wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksportir dengan dugaan memanipulasi Laporan Surveyor (LS) yang diterbitkan oleh instansi surveyor.
"Posisi kolektor dalam industri pertambangan Indonesia sebetulnya tidak ada. Dari sini kita bisa melihat bahwa tidak mungkin tambang ilegal itu eksis jika tidak ada pihak yang berperan membeli atau menampung," ujar dia.