TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pengurus Pusat Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Subandi, mengatakan penguatan dolar terhadap rupiah cukup menghantam pelaku usaha importasi.
“Akibatnya importir harus mengurangi volume impor dan juga menaikan harga jual produk,” ujar Subandi ketika dihubungi oleh Tempo, Rabu, 25 Oktober 2023. Menurutnya, pelemahan rupiah merugikan pelaku usaha importasi, baik impor bahan baku, barang modal, maupun barang konsumsi rumah tangga.
Subandi mengatakan kenaikan harga pangan ini berlaku untuk semua pangan yang bahan bakunya dari impor, seperti tahu, tempe, mie, dan berbagai minuman. “Bahan baku yang dimaksud bisa berupa kedelai, gandum, kacang-kacangan, gula, termasuk juga beras,” tuturnya.
Selain harga barang di negara asal yang berasal dari luar negeri mengalami kenaikan, biaya logistik di dalam negeri juga mengalami pembengkakan. “Contohnya biaya THC yang pengenaannya pakai mata uang dolar AS, meskipun transaksinya dirupiahkan, juga biaya di depo yang juga ada pengenaan biaya pakai mata uang dolar AS,” kata Ketua Gabungan Importir itu.
Subandi mengatakan masyarakat sedang mengalami penurunan daya beli. “Daya beli juga tidak sedang baik-baik saja, akibatnya pilihan menaikan harga jual produk juga merupakan pilihan sulit,” katanya.
Ia menyampaikan ada beberapa langkah yang akan dilakukan para pelaku usaha, antara lain, mengurangi volume impor dan produksi, unsizing produk, menaikkan harga, dan menunda sementara kegiatan impor sambil menunggu mata uang rupiah kembali normal terhadap dolar maupun mata uang asing lainya.
"Semua itu dilakukan agar supaya pelaku usaha tidak mengalami kerugian yang lebih besar," tuturnya.
Pilihan Editor: Jokowi Masih 'Santai' Rupiah Jeblok Nyaris Tembus 16 Ribu per USD, Sri Mulyani Bakal Lakukan Ini