TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong, memperkirakan nilai tukar (kurs) rupiah hari ini melemah terhadap dolar Amerika Serikat. Bahkan, katanya, rupiah berpotensi tembus Rp 16.000 per dolar AS pada pekan depan.
“Rupiah melemah disebabkan utamanya faktor eksternal,” ujar Lukman ketika dihubungi oleh Tempo, Jumat, 20 Oktober 2023. Salah satunya adalah kekhawatiran pasar akan perang Israel-Hamas yang membuat permintaan dolar AS sebagai instrumen safe haven meningkat.
“Penguatan dolar AS meluas karena permintaan safe haven dari investor yang disebabkan oleh perang Israel-Hamas,” tuturnya. Selain itu, sikap agresif bank sentral AS Federal Reserve alias The Fed juga membuat dolar terus menguat dan menekan rupiah.
Adapun dalam kondisi internal, Bank Indonesia sudah melakukan usaha meredam pelemahan rupiah dengan intervensi dan menaikkan suku bunga. “Hal ini diharapkan akan menahan pelemahan dan volatilitas rupiah untuk sementara,” kata Lukman.
Meskipun demikian, Lukman menilai pelemahan rupiah yang cukup besar ini masih wajar, mengingat dolar AS juga menguat sangat besar terhadap semua mata uang dunia seperti Yuan, Yen Jepang, Malaysia Ringgit dan bahkan EUR, GBP dan AUD.
“Usaha Bank Indonesia yang bisa membantu rupiah adalah kebijakan pengetatan moneter. Namun, sejauh apa itu adalah wewenang BI, perlu diingat apabila tindakan ini akan merugikan ekonomi Indonesia,” katanya.
Untuk perdagangan hari ini, Lukman memprediksi rupiah diperkirakan melemah di tengah sentimen risk off pasar setelah pernyataan hawkish dari Powell. Powell mengatakan bahwa kebijakan the Fed saat ini masih belum terlalu ketat membawa imbal hasil obligasi 10 tahun AS melewati 5 persen. “Rupiah hari ini berpotensi melemah di kisaran Rp 15.800 hingga Rp 15.900 per dolar AS,” tuturnya.
Senada dengan Lukman, Kepala Ekonom BCA, David Sumual juga memperkirakan pergerakan rupiah jangka pendek bergerak di kisaran Rp 15.500 hingga 16.000 per dolar AS. “Jumat ini perkiraannya masih flat dengan kecenderungan melemah,” ujarnya kepada Tempo, Jumat, 20 Oktober 2023.
Menurut David, pengaruh eksternal terkait ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed masih menjadi sentimen utama penggerak mata uang Emerging Market, termasuk rupiah. “Khusus Rupiah, sentimennya juga dipengaruhi pergerakan harga minyak yang erat korelasinya tentu dengan situasi geopolitik, terutama di Timur Tengah,” tuturnya.
Selain itu, kata David, kondisi internal masih kondusif dengan inflasi yang relatif rendah, sehingga imbal hasil riil setelah dikurangi inflasi juga masih positif. “Dana DHE masih perlu dioptimalkan, mungkin dengan sosialisasi, moral suasion, dan juga input dari dunia usaha,” ujarnya.
Pilihan Editor: Cara Dapat Gigi Palsu Menggunakan BPJS Kesehatan dan Biayanya