"Kalau company bisa diversifikasi bisnis non batu bara di atas 50 persen, kita bisa keluarkan itu dari bisnis batu bara. Apakah nikel, atau industri apapun itu," kata Harapman.
Harapman menyebut, pertanyaan selanjutnya adalah seberapa cepat proses transisi itu. Ia mengatakan proses transisi itu tidak mudah karena transisi energi memerlukan biaya yang tidak murah. "Untuk gantikan batu bara juga enggak gampang. Energi mana yang lebih murah batu bara?" ucap Harapman.
UOB Indonesia, kata dia, berharap negara maju dapat berkontribusi untuk membantu proses transisi tersebut. "Kalau enggak, transisi ini akan challenging," kata Harapman.
Harapman menegaskan, UOB Indonesia berupaya untuk membantu nasabah yang bergerak di industri batu bara untuk membuat perencanaan diversifikasi usaha mereka di luar batu bara. Namun, UOB Indonesia akan tetap tegas dengan komitmen exit batu bara di 2039.
Pilihan editor: Daftar 10 Negara Penghasil Batu Bara Terbesar di Dunia, Indonesia Ada di Urutan ke Berapa?