Amir Syamsuddin adalah seorang pengacara, advokat, dan mantan Menteri Hukum dan HAM Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu II di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia menjabat posisi tersebut pada periode 2011-2014 menggantikan Patrialis Akbar.
Pria berusia 77 tahun ini dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada 27 Mei 1946. Saat itu, dia dilahirkan dengan nama Freddy Tan Toan Sin. Melansir dari Antara, Amir menghabiskan masa kecilnya di Makassar hingga duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP).
Setelah itu, dia merantau ke Surabaya untuk melanjutkan pendidikannya. Amir pun mulai bekerja sejak duduk di tahun pertama sekolah menengah atas (SMA). Pekerjaannya pun beragam, dia pernah menjadi juru cetak foto dalam kabar gelap, hingga bekerja di pabrik roti.
Pada 1965, Amir kembali merantau dan saat itu kakinya sampai di Jakarta. Memiliki ketertarikan pada mesin, Amir pun bekerja di salah satu bengkel di ibukota. Setelah itu, dia pun membuka bengkelnya sendiri. Sambil menata anak tangga menuju masa depan, dia kerap mengisi waktunya dengan membaca berbagai hal. Kegemarannya ini berhasil membuatnya bercita-cita sebagai advokat.
Pada 1978, Amir pun mendaftarkan diri untuk melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, sambil terus bekerja. Setelah lulus, dia kemudian kembali melanjutkan studinya di kampus yang sama dalam program S2 Hukum.
Amir Syamsuddin sendiri memulai karier kepengacaraannya di bidang hukum dengan menjadi staf magang di Kantor Pengacara O.C. Kaligis pada 1979 silam. Kemudian pada 1983, dia akhirnya mendirikan firma hukumnya sendiri yang bernama Amir Syamsuddin Law Offices and Partners. Dia juga merupakan pendiri firma ‘Acemark’ yang khusus menangani permasalahan di bidang hak kekayaan intelektual.
Selama menjadi pengacara, Amir sudah pernah menghadapi berbagai kasus besar yang melibatkan media. Seperti pada kasus TEMPO (1986), Bapindo (1993), Suara Pembaruan (1999), Zarima Akbar Tanjung (2003), Harnoko Dewantoro, Beddu Amang, KPKPN (2003), VLCC dengan Pertamina dan KPP, dan perselisihan Texmaco dan KOMPAS (2003), serta William Nessen (2003).
RADEN PUTRI | RIRI RAHAYU
Pilihan editor: Hotel Sultan Dikosongkan Paksa, Kuasa Hukum Pontjo Sutowo Minta Jokowi Selesaikan Sengketa