TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengatakan ada 93 proyek yang dihasilkan dari agenda KTT ASEAN ke-43 di Jakarta. Dia menyatakan bahwa salah satu keputusan yang telah dibuat adalah untuk membangun ekosistem di sekitar baterai kendaraan listrik.
Dalam konferensi pers yang diadakan pada Kamis, 7 September 2023 di Jakarta Convention Center Senayan, Jokowi menyatakan bahwa ini adalah kerja sama konkret yang bermanfaat untuk rakyat. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga menyatakan bahwa ASEAN dan ASEAN plus three—Korea, Jepang, dan Cina—telah menjalin kerja sama untuk mendorong pembangunan ekosistem kendaraan listrik.
Menanggapi hal tersebut, sejumlah ekonom memberikan catatan atas hal ini. Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyoroti soal kondisi rantai pasok kendaran listrik di Asia Tenggara yang yang dinilai harus terintegrasi. Sementara Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan bahwa pemerintah seharusnya memperhatikan terlebih dahulu perkembangan kondisi pasarnya.
Berikut beritanya dihimpun Tempo.
Rantai pasok harus terintegrasi
Bhima Yudhistira menyoroti soal kondisi rantai pasok kendaraan listrik di Asia Tenggara. Menurutnya, negara-negara ASEAN bisa saling melengkapi pasokan untuk kendaraan listrik.
"Rantai pasoknya ini harus terintegrasi, karena negara-negara ASEAN ini kan sebetulnya menarik kalau bicara kendaraan listrik," ucap Bhima saat dihubungi Tempo pada Jumat, 8 September 2023.
Negara-negara ASEAN, menurutnya, dapat saling melengkapi pasokan kendaraan listrik. Karena Indonesia memiliki banyak nikel yang dapat digunakan untuk memproduksi baterai, Thailand, di sisi lain, telah lama berperan sebagai hub perakitan mobil.
Kemudian ada VinFast, mobil produksi Vietnam. ditambah Malaysia, tempat Tesla saat ini beroperasi sebagai kantor pusat Asia Tenggara. Bhima mengatakan bahwa semua ini bisa masuk dalam integrasi rantai pasok.
Selain itu, dia berpendapat bahwa China saat ini mengolah lebih banyak pasokan nikel Indonesia, dan ketika nikel diekspor untuk mendorong hilirisasi, nilai tambahnya justru terserap di China. Oleh karena itu, ia menyatakan bahwa ada rantai pasokan yang terfragmentasi.
Ia mengatakan bahwa nikel dari Indonesia harus dikirim ke Vietnam, Malaysia, dan Thailand untuk diproses menjadi kendaraan listrik, yang kemudian dapat diekspor ke negara-negara lain di seluruh dunia. Dengan demikian, mitra ASEAN harus saling masuk dalam rantai pasokan yang utuh dari hulu ke hilir. Dalam hal ekosistem kendaraan listrik dan hilirisasi, Bhima menyatakan bahwa hal-hal ini harus diperhatikan.
Selain itu, ia menyatakan bahwa Singapura juga harus terlibat dalam pendanaannya. Karena Singapura adalah pusat investasi dan suku bunganya relatif rendah.